SEMINAR HUKUM: GENERASI MILENIAL, BERITA HOAX DAN KETERTIBAN UMUM

Generasi Milenial, yang juga punya nama lain Generasi Y, adalah kelompok manusia yang lahir di atas tahun 1980-an hingga 1997. Mereka disebut milenial karena satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh Karl Mannheim pada 1923. Generasi milenial merupakan generasi yang paling dekat dengan teknologi informasi dan perkembangan zaman yang sangat cepat, khususnya dengan adanya media sosial dan internet yang makin memudahkan akses terhadap informasi. Namun demikian ternyata banyak informasi yang beredar di berbabagi media merupakan hoax. Kata hoax muncul pada akhir abad ke-18 yang diduga dari kata “hocus” yang merupakan kependekan dari hoces corpus (istilah yang digunakan pesulap atau penyihir untuk menyatakan bahwa semua yang dilakukannya benar atau nyata) yang kemudian diartikan dengan “untuk menipu”.  Hoax dalam Oxford English Dictionary didefiniskan sebagai “malicious deception” atau “kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “hoaks” diartikan sebagai “berita bohong”. 

Atas dasar itu maka Seksi Keadilan dan Perdamaian Paroki St. Matius Bintaro bekerjasama dengan Seksi HAAK, Seksi Kepemudaan, dan Seksi Komunikasi Sosial menyelenggarakan seminar hukum dengan tema “Generasi Milenial, Berita Hoax dan Ketertiban Umum”. Seminar dilakukan di aula gereja St. Matius Bintaro pada Sabtu, 23 Februari 2019 dengan mengundang 2 orang narasumber yang sangat berpengalaman dalam gerakan melawan hoax, yaitu KBP Dra. Sri Suari dari Lemdiklat Polri dan Alois Wisnuhardana dari Kantor Staf Kepresidenan RI.
Seminar dihadiri oleh 206 orang peserta dari berbagai institusi, organisasi dan komunitas, yaitu:
1. Gereja Protestan Indonesia Barat Sejahtera
2. Gereja Kristen Jawa Kanaan
3. FORMAG (Forum Antar Umat Beragama)
4. WKRI Paroki St. Matius Penginjil
5. CV Karya Guna Gas
6. Koperasi Prima Bina Wira
7. Rumah Retret Canossa
8. SMA Ricci II
9. SMA Tunas Indonesia
10. Serikat Xaverian
11. Banser & GP Ansor Tangsel
12. OMK Paroki St. Matius dan St. Nikodemus
Selain itu juga didukung oleh Wali Kota Tangerang Selatan Ibu Airin Rachmi Diany, SH., MH., Mkn., yang diwakili oleh Drg. Dahliana.

Pemaparan materi dari narasumber pertama Alois Wisnuhardana memberikan contoh-contoh dan ciri-ciri berita hoax yang beredar di media seperti berita hoax TKA di Morowali Sulawesi Tengah. Berita hoax tersebut secara umum memiliki ciri-ciri:
a. Mereproduksi video/gambar dengan resolusi/kualitas rendah
b. Membuat narasi sesuai framing yang diinginkan
c. Mengulang dan menggunakan isu yang mudah menyentuh emosi
d. Mendistribusikan dengan teknik tertentu yang mudah viral
Berita-berita hoax dengan ciri-ciri tersebut dibuat dengan mengkombinasikan bentuk visual dan/atau audio dan/atau kinetik sehingga dapat membentuk suatu persepsi yang sesuai dengan maksud dan tujuan pembuatan berita hoax. Penyebaran berita hoax menjadi sangat mudah karena adanya media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dsb yang ternyata meninggalkan jejak digital bagi setiap pemilik akun media sosial. Namun ternyata media sosial itu hanyalah awal dari perkembangan teknologi yang perlu kita sikapi dengan bijak.
Sementara itu narasumber kedua KBP Dra. Sri Suari melalui materi pemaparan yang berjudul “Jari Pelindung Negeri”, menyampaikan bahwa ternyata kita sekarang ini berada dalam suatu kondisi perang. Isu atau berita-berita hoax merupakan bentuk perang asimetris yang jauh berbeda dengan perang konvensional. Perang asimetris yang dimaksud adalah bentuk peperangan dengan cara menghembuskan isu (berita hoax) tertentu dengan tema/agenda untuk menggerakkan massa serta menimbulkan konflik terbuka, sehingga pada akhirnya melahirkan skema untuk melemahkan kendali sistem ekonomi dan kontrol sumber daya negara dan mengubah sistem negara atau melemahkan ideologi serta pola pikir masyarakat. Seperti mengutip pendapat Napoleon Bonaparte, “empat surat kabar lebih berbahaya daripada seribu senapan atau seribu bayonet”. Artinya media sosial menjadi senjata yang ampuh dan mutakhir dalam peperangan asimetris.

Media sosial saat ini banyak diisi dengan pemberitaan hoax yang didasari pada dua bentuk pembenaran, yaitu
a. Motivated Reasoning berupa suatu penalaran dikemas sedemikian rupa sehingga dirasa dan dipahami sebagai sesuatu yang sangat logis dan rasional namun sebenarnya itu semua sengaja dirancang sebagai upaya pembenaran atas suatu ide yang telah diyakini sebelumnya; dan
b. Confirmation Bias yaitu jika keyakinan akan sesuatu itu sudah terbentuk, maka dengan serta merta meyakini hal yang membenarkan keyakinan awal dan mengabaikan segala argumentasi yang berlawanan dengan keyakinan itu.

Secara hukum terdapat peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan dalam penyebaran berita hoax, yaitu UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya Pasal 28  dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal 1 milyar rupiah. Namun demikian melawan hoax tidak dapat dilakukan melalui penegakan hukum saja, perlu adanya partisipasi dari masyarakat untuk meminimalisir dan memitigasi penyebaran berita hoax.

Kedua narasumber secara tegas menyerukan gerakan lawan hoax, yaitu dengan beberapa upaya sbb:
1. Meningkatkan literasi media dengan melakukan langkah i) membaca informasi secara utuh, ii) menanyakan kepada penyebar informasi mengenai asal informasi, iii) mengecek sumber informasi apakah dari media yang kredibel, dan iv) memastikan kebenaran berita melalui search engine apakah ada informasi yang sama.
2. Menggunakan pola pikir investigatif dan logika terbalik, yaitu dengan memunculkan keingintahuan atas detil informasi dan kroscek kebenaran informasi.
3. Meng-counter berita hoax dengan membuat dan menyebarkan konten-konten positif.

Media sosial saat ini menjadi salah satu sumber komunikasi dan media pemberitaan, namun jika tidak disikapi dengan bijak maka akan menjadi sarana penyebaran hoax yang masif. Jarimu adalah harimau mu, bijak menggunakan media sosial merupakan langkah awal menangkal hoax.

Penulis (bertindak sebagai moderator dalam seminar hukum):
Leonardus Agatha P., S.H., M.H.
Seksi Keadilan & Perdamaian Paroki St. Matius
Subseksi Advokasi Hukum & HAM

Related Posts:

0 Response to "SEMINAR HUKUM: GENERASI MILENIAL, BERITA HOAX DAN KETERTIBAN UMUM"

Post a Comment