Hiruk-Pikuk Politik Pasca Pemilu: Implikasinya bagi Pencerdasan Rakyat.


KAIROSPOS.COM, Jakarta - Setelah Pemilu usai, politik Indonesia masih saja terus ramai dan cenderung panas. Hanya ganti topik saja. Jika dalam Pemilu topiknya soal bagaimana saling menegasikan antar peserta pemilu dengan menghalalkan segala cara, kini beralih pada otak-atik kursi dan jual beli jabatan politik, baik kabinet maupun jabatan politik lainnya. Seiring dengan itu, ramai pula dibicarakan soal koalisi pendukung pemerintah Jokowi-Amin. Pasalnya, partai-partai pendukung Prabowo-Sandi pun kepingin masuk koalisi, yang tentu saja membuat “marah” partai-partai yang merasa sudah berlelah mendukung Jokowi-Amin dalam laga Pilpres kemarin. Apakah ini tanda bahwa partai koalisi pendukung Jokowi-Amin sudah retak alias pecah?

Rentetan peristiwa politik pun silih berganti terjadi. Mulai dari pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT, pertemuan 4 Ketua Umum Partai pendukung Jokowi-Amin – minus PDIP – di kantor Partai Nasdem, lalu silaturahmi “politik nasi goreng” Mega-Prabowo di kediaman Megawati, sampai pertemuan Surya Paloh dan Anies Baswedan yang berbuah “dukungan” pencalonan Nasdem terhadap Anies dalam Pemilu 2024 nanti, dll, dst.

Rangkaian peristiwa politik elit ini diyakini sebagian kalangan sebagai bagian dari manuver politik guna memperkuat posisi tawarnya dihadapan Presiden Terpilih guna mendapatkan jatah kursi kabinet dan jabatan politik lebih banyak dan strategis. Sebagian lagi melihat bahwa ini bagian dari upaya untuk memperkuat posisi politik dalam Pemilu 2024 nanti.

Hiruk-pikuk politik elit ini, tentu menjadi tantangan baru atau “beban baru” bagi Jokowi-Amin, khususnya dalam merancang Kabinet dan koalisi ke depan. Jika tidak dikelola dengan baik, maka bisa saja menjadi boomerang bagi periode kedua pemerintahan Jokowi.

Ahmad Basarah (Wakil Ketua MPR/Wakil Sekjen DPP PDIP) yang tampil sebagai pembuka diskusi yang diselenggarakan Pokja Politik & Birokrasi PNPS GMKI Jumat, 2 Agustus 2019 di Neighbor Café Spot, Jl. HOS Cokroaminoto No. 72, Jakarta.

Ahmad Basarah memaparkan dampak dari Plipres 2019 menimbulkan dampak negatif pada masyarakat mulai perasaan tidak nyaman pada masyarakat, ketakutan, hingga dampak SARA karena idiologi negara dan agama dijadikan alat politik. Ahmad Basarah megatakan "Pertemuan Megawati dan Prabowo biasa saja karena agenda pertemuan sudah lama di rencanakan, Megawati bertemu dengan Prabowo di acara pertandingan pencak silat di TMII, kemudian acara pertemuan Jokowi dan Prabowo di LRT itu sudah merupakan tanda Pemilu 2019 sudah selesai saatnya membicarakan agenda Nasional, Persatuan Indonesia lebih diutamakan. Tidak ada sistem oposisi di NKRI tapi ada kekuatan diluar pemerintahan sebagai pengawas kekuasaan.

M. Qodari (Direktur Indo Barometer) berpendapat bahwa pertemuan Megawati dan Prabowo sangat positif mengingatkan agar dasar negara dengan 4 Pilar harus tetap dijaga dan dipertahankan mengingat ada kekuatan yang menempel pada para Pendukung Prabowo yang masih diragukan komitmennya pada 4 Pilar itu.

M. Qodari juga berpendapat ada nuansa Prabowo menagih janji Batu-Tulis untuk mendukung Prabowo yang belum juga terwujud.

Pendapat berbeda dan kritisi terhadap rekonsiliasi datang dari Raja Juli Antoni (Sekjen PSI) menurutnya perolehan suara di DPR 60 persen sudah cukup bagi Jokowi dan Amin untuk menjalankan kabinetnya, mengingat masyarakat belum bisa melupakan cara kampanye yang tidak etis mulai menyerang pribadi Jokowi hingga menggunakan berbagai cara hoax termasuk agama dalam mendapatkan perolehan suara. Harus ada dulu pernyataan maaf dan tidak akan mengulangi perbuatan tercelanya agar proses berdemokrasi berjalan dengan baik bagi kederisasi generasi muda kedepannya. Diskusi ini dimederatori Jerry Sumampau yang sudah cukup dikenal sebagai komentator Pilpres 2019 di media nasional.

Related Posts:

0 Response to "Hiruk-Pikuk Politik Pasca Pemilu: Implikasinya bagi Pencerdasan Rakyat."

Post a Comment