PGI Mendukung Keberadaan MRP yang Luput dari Perhatian

KAIROSPOS.COM, Jakarta - “Kami menghendaki agar revisi UU Otsus itu dilakukan secara menyeluruh, tidak sepotong-sepotong seperti sekarang ini, yang hanya memperhatikan perobahan pada dua pasal,” demikian dikatakan Timoteus Morib, Ketua Majelis Rakyat Papua, saat bertemu dengan Pimpinan PG hari ini (11/6) di Grha Oikoumene. Selain itu Morib juga menyesalkan tidak dilibatkannya MRP dalam proses revisi tersebut. 

“Padahal Pasal 77 UU 21/2001 tentang Otsus Papua itu jelas mengatakan bahwa perubahan atas UU ini dengan melibatkan rakyat Papua yang diwakili oleh MRP dan DPRP,” lanjutnya. 

Rombongan MRP yang terdiri dari 25 orang, datang menjumpai Pimpinan PGI terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Pokja Agama, Pokja Adat, Pokja Perempuan dan Staf Ahli MRP dan diampingi oleh Peradi. Sebagaimana diketahui MRP adalah Lembaga negara dan Lembaga kultural Papua yang mewakili ketujuh wilayah adat, agama dan perempuan di Papua seturut dengan amanat UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
“Kami melihat kesungguhan Bapak Presiden Jokowi untuk membangun Papua. Tapi sebagai bagian dari Forkompinda Papua, dan lahir sebagai amanat Undang-undang, kami MRP belum pernah bertemu dengan Presiden. Kami berharap Nawacita dan blusukannya Presiden bisa berkolaborasi dengan MRP, dalam semangat pendekatan kultural,” lebih lanjut Monib menyatakan harapannya. “Kami sudah ke barat dan ke timur untuk menyampaikan keluh-kesah kami, tapi tak ada hasilnya. Kami berharap PGI dapat menjembatani kepada Presiden untuk menyampaikan harapan dan aspirasi kami,” kata Joel Elmulai, Wakil Ketua MRP.

Pada percakapan ini terungkap selama 21 tahun Otsus, dari 24 kekhususan Papua yang diamanatkan oleh UU Otsus hanya 4 yang dijalankan, yakni Gubernur dan Wakil Gubernur adalah orang Papua asli, Pembentukan MRP, persolan kekerasan serta pembangunan infrastruktur.

Meresponi harapan keduapuluhlima anggota MRP tersebut, Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom, menyatakan bahwa Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan dukungan terhadap Majelis Rakyat Papua (MRP) yang lahir dari UU Otonomi Khusus Papua sejak 20 tahun lalu. Juga adanya Biro papua di PGI menjadi bentuk perhatian khusus PGI terhadap Papau. “Kami senantiasa terbuka untuk mendengar berbagai harapan, keprihatinan dan keluhan masyarakat, khususnya suara-suara dari mereka yang terpinggirkan. Secara khusus dengan persoalan Papua, kami memang memiliki perhatian khusus. Itu sebabnya di PGI ada Biro Papua,” kata Pdt. Gomar. 
"Saya sependapat dengan MRP, betapa perlunya UU Otsus tersebut dievaluasi secara menyeluruh. Kita tidak bisa hanya bicara tentang anggaran atau dana otsus yang sudah digelontorkan pemerintah pusat. Hingga kini beberapa amanat UU Otsus tak dihiraukan, seperti menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, pembentukan Komnas HAM Papua, pembentukan Komisi kebenaran dan rekonsiliasi, dll,” lanjut Gomar.

Sementara itu, Sekretaris Umum PGI, Pdt Jacky Manuputty menyampaikan, berbicara mengenai Papua haruslah melibatkan gereja. Dan itu sebabnya, gereja akan terus mendukung penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dengan penuh martabat. 
Sekum PGI juga mengungkapkan kekecewaannya karena berbagai institusi hanya membangun narasi dan berbicara tentang apa yang telah dilakukan untuk Papua, tanpa pernah berpikir sebagai bangsa besar untuk mengakui bersalah dan memohon maaf pada Papua. PGI juga prihatin dengan diabaikannya lembaga MRP dalam berbagai kebijakan di Papua, terutama dalam isu pemekaran dan perdasus. PGI berpendapat penyelesaian masalah Papua haruslah dari hati, kejujuran dan keseriusan, melalui pendekatan kultural dan kemanusiaan, sebagaimana berkali-kali diungkapkan oleh Presiden. Pendekatan kultural itu mestinya haruslah dengan dan melalui MRP, sebagai lembaga resmi negara yang mewadahi representasi kultural (agama, adat dan perempuan).

Demikian  laporan siaran Pers PGI di Jakarta, 11 Juni 2021disampaikan   oleh Humas PGI Philip Situmorang pada Kairospos.com.

Related Posts:

PEWARNA INDONESIA GELAR DISKUSI HYBRID TENTANG KEDAMAIAN DAN KEADILAN DI TANAH PAPUA TANPA HOAKS

KAIROSPOS.COM, JAKARTA – Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA Indonesia) kembali menggelar Diskusi Hybrid dengan tema, “Tegakkan Kedamaian dan Keadilan di Tanah Papua Tanpa Hoaks” dengan narasumber Prof. Dr. Drs. H. Henri Subiakto, SH., MA (Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI Bidang Hukum), Theo Litaay (Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden), Dorince Mehue (Anggota Panitia Urusan Rumah Tangga Majelis Rakyat Papua), dan Sugeng Teguh Santoso (Ketum DPP PERADI Pergerakan). 
Diskusi yang dipandu Ashiong Munthe, Ketua Depatemen Litbang Pewarna dan didukung Vox Point Indonesia, Asosiasi Pendeta Indonesia, Majelis Umat Kristen Indonesia, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia, dan Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur ini berlangsung di Gedung Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Jl. Salemba Raya No. 12, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, hari ini, Rabu (9/6).
Terputusnya jaringan internet di Kota dan Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, dan Kabupaten Keerom menjadi awal paparan Prof. Henri Subiakto. Penyebabnya, menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI Bidang Hukum, adalah putusnya system komunikasi kabel bawah laut karena factor alam, bukan karena kesengajaan pemerintah.
“Paling ramai sekarang ini adalah terputusnya jaringan internet di beberapa kota dan kabupaten di Papua. Internet putus karna factor alam! Putusnya kabel bawa laut karena efek gunung berapi dibawah laut. Tapi hoaxnya adalah diputus oleh pemerintah dengan alasan tidak ingin ribut-ribut”, tuturnya mengawali paparan tentang berita hoaks rugikan bangsa.
Lebih lanjut Prof. Henri Subiakto menjelaskan tentang fenomena komunikasi di era digital dimana siapapun bisa jadi komunikator, pemroduksi pesan, wartawan, pengamat, komentator, bahkan provokator.
“Hoax sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup kita. Di Indonesia pengguna internet mencapai 202,6 juta, sehingga siapapun bisa jadi komunikator, pemroduksi pesan, jadi wartawan, jadi pengamat, jadi komentator, bahkan provokator. Media sosial Indonesia penuh carut-marut dimana perdebatan terjadi di medsos dan ditonton banyak orang”, jelasnya.
Prof. Henri Subiakto mengajak masyarakat untuk semakin cerdas bermedsos karena hoax dan disinformasi, hate speech dan radikalisme menjadi ramuan ampuh proxy war yang bisa menyebabkan terjadi pembelahan masyarakat, memunculkan kegaduhan, merusak demokrasi, menciptakan ketegangan konflik, hingga kekacauan dan peperangan bahkan bisa menghancurkan negara.
Sementara itu, Theo Litaay, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden, menekankan soal pentingnya literasi digital dan penanganan ekosistem digital secara terpadu untuk mencegah hoax.
“Hoax terjadi karena literasi digital masyarakat rendah, kemampuan memilah informasi budaya cek-fakta rendah, awareness atas bahaya cyber-crime dan konten negative masih kurang. Ekosistem dunia digital belum ditangani secara terpadu; Antar pemangku kepentingan belum bersinergi, kurang tanggap dan regulasi belum komprehensif”, ungkapnya.
Narasumber ketiga Dorince Mehue, Anggota Panitia Urusan Rumah Tangga Majelis Rakyat Papua (MRP) menjelaskan peran MRP yang hadir bersamaan dengan UU Otsus Papua. Menurutnya UU Otsus harus dapat memberikan harapan bagi warga Papua. 
“MRP hadir untuk menjaga hak-hak orang Papua. Kekayaan orang Papua adalah hasil tambang sebagai karunia Tuhan. MRP diberi kesempatan oleh 2 sampai 3 juta jiwa orang Papua. MRP satu-satunya Lembaga yang ada di Indonesia dengan tugas menjaga hak-hak dasar orang Papua”, jelasnya.
Terkait berita bohong atau hoax, Dorince menegaskan sikap warga Papua yang tidak mau dikacaukan oleh berita-berita bohong.
“Siapapaun bisa menyebarkan berita bohong tentang Papua karena kepentingan masing-masing. Kami warga Papua tidak mau dikacaukan oleh berita-berita bohong. Tanah Papua adalah tanah Injil dan kami harus pastikan bahwa tanah Papua harus menjadi berkat, kami harus hidup berdampingan dengan siapa saja yang datang ke Papua”, terangnya.
“Putusnya internet yang baru-baru terjadi sangat merugikan orang Papua dan ini merupakan pelanggaran HAM. Orang Papua hanya berkata, hanya Tuhan saja yang tahu, kenapa terjadinya pemutusan internet”, terangnya lagi.
Ditambahkannya, sebagai tanah damai dan tanah Injil, orang Papua benar-benar mengimplementasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
“Orang Papua sudah membuka diri bagi siapapun yang datang di Papua. Orang Papua punya komitmen bahwa Papua adalah tanah damai, Papua adalah tanah Injil dan Injil mengajarkan orang Papua tidak membeda-bedakan”, terangnya.
“Lima sila Pancasila benar-benar diimplementasikan oleh orang Papua. Orang Papua menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Injil diimplementasikan dengan amanatnya yaitu kasih. Bahasa orang Papua, siapa (orang Papua) yang masih menyebarkan hoax berarti dia dipakai “setan!”, terangnya lagi.
Pada akhirnya Dorince mengajak untuk bijaksana dalam merspon informasi. 
“Jangan sebarkan kabar bohong! Jangan ikut membantu orang yang bersaksi dusta! Tidak semua berita harus direspon. Harus bijaksana apakah berita ini membangun atau tidak. Mari, sebarkan hoax yang positif”, ajaknya disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Adapun narasumber terkahir, Sugeng Teguh Santoso (Ketum DPP PERADI Pergerakan), lebih menekankan soal penghapusan kekerasan dalam bentuk apapun di Papua sebagai solusi terciptanya kedamaian. 
“Kedamaian di Papua, bisa terjadi bila ada penghapusan kekerasan dalam berbagai bentuk di Papua. Kalau Papua mau damai adalah penghapusan kekerasan!”, tegasnya.
Sementara itu beragam tanggapan dan pertanyaan pada narasumber disampaikan penanggap dari Vox Point Indonesia Goris Lewoleba (Waketum dan Juru Bicara Vox Point Indonesia), Pdt. Harsanto Adi, M.Th Ketua Umum Asosiasi Pendeta Indonesia, Djasarmen Purba, SH., Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia, Fredrik Pinakunary, SE., SH., Ketua Umum Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia, Yusuf Mujiono Ketua Umum Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia dan Sentot Dwi Urip Premono utusan dari Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur.

Diskusi diakhiri dengan penyerahan cinderamata kepada narasumber dan penanggap yang hadir baik secara onsite dan online. Foto Bersama menjadi bagian penutup acara.

Related Posts:

Difference Bring Peace dalam kehidupan berpancasila


KAIROSPOS.COM, Tangerang - Difference Bring Peace merupakan tema acara yang diadakan untuk memperingati hari lahir Pancasila (01 Juni 2021) yang di inisiasi oleh pengurus kebaktian remaja Dhammadharassa Vihara Padumuttara. Dengan tetap mematuhi Protokol Kesehatan, acara ini dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2021 di Ruang Dhammasala Vihara Padumuttara. Dikemas dengan acara utama dialog kebangsaan lintas agama yang akan memperlihatkan toleransi oleh 6 narasumber dari masing masing perwakilan agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan Konghucu. 
Acara dibuka dengan pembacaaan Paritta (Doa) oleh pengurus kebaktian remaja Dhammadharassa Vihara Padumuttara, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila serta pembacaan teks Pancasila. Dalam sambutannya pada pembukaan acara, Bapak Wandi selaku ketua Bidang Agama Buddha Perkumpulan Boen Tek Bio menyampaikan bahwa wujud keberagaman yang nyata telah hadir di Vihara ini untuk disaksikan dan dicontoh oleh generasi muda, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi dialog kebangsaan.
Pancasila tidak bertentangan dengan agama, terkhusus agama islam kemudian subtansi nilai-nilai Pancasila ini lah yang menjadi catatan untuk dapat mengayomi bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, budaya, adat, bahasa, agama dan keyakinan jadi Pancasila kami maknai secara nilai/esensi bukan hanya secara simbolik pungkas Sdr. Jajat Sudrajat (Perwakilan agama Islam).
Pdt. Doni Susanto, S.Th. (Perwakilan agama Kristen) turut menyampaikan bahwa hubungan sesama umat manusia selalu diingatkan pada perlambangan salib secara horizontal, mengembangkan kasih antar manusia adalah contoh perbuatan nyata implementasi Pancasila.
Makna Pancasila itu bagaimana menghargai perbedaan bukan hanya pada lingkup agama, karena perbedaan itu banyak dalam berbagai aspek lain, sangat mudah untuk melakukan hafalan terhadap butir-butir Pancasila namun praktek sesungguhnya adalah hal yang penting, ungkap Sdr. Ignatius Arie Titahelu (Perwakilan agama Katolik). 
Bapak I Nyoman Subiksa (Perwakilan agama Hindu) bertutur bahwa edukasi/pembelajaran itu penting untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara guna mempererat persatuan, persatuan itu penting namun bukan hanya bersatu saja melainkan persatuan dalam hal-hal yang membawa manfaat bagi sesama.
Pengalaman memberikan kita manfaat untuk belajar bersosialisasi dan menghargai satu sama lain, membuka diri terhadap dunia luar dan lingkungan sekitar juga merupakan salah satu contoh kehidupan berpancasila, ujar Js. Mikie Setiawan, S.Kom. (Perwakilan agama Konghucu) 
Sdr. Hardi, S.Pd (Perwakilan agama Buddha) menyatakan bahwa ini adalah sebuah terobosan  dimana pemuda-pemudi mulai tertarik untuk membuka diri untuk ikut berdialog dan berdiskusi masalah kebangsaan, jadikanlah diri kalian sebagai agen perubahan yang turut menyebarkan kebaikan melalui kegiatan seperti ini karena Pancasila bukan hanya label tapi perbuatan. 
Pada akhir diskusi, Sdr. Kiki (Ketua PC HIKMAHBUDHI Kota Tangerang) sebagai moderator menyimpulkan bahwa semua ajaran agama tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, sangat disayangkan jika kita hanya paham makna Pancasila tetapi tidak mempraktekkannya dalam kehidupan bernegara. Indonesia bagaikan rumah besar dengan banyak kamar. Kamar disini diibaratkan sebagai keanekaragaman suku, budaya, agama, ras dan antar golongan. Kemudian Pancasila itu sendiri bagai pondasi rumah besar ini yang dapat berdiri kokoh dan tidak mudah goyah oleh serangan-serangan yang bertujuan untuk menghancurkan persatuan.
Acara ditutup dengan Doa bersama lintas agama untuk Indonesia agar segera pulih dan bebas dari Pandemi Covid-19 dan sebuah persembahan lagu buddhis dengan judul Hadirkan Cinta untuk menghangatkan suasana setelah diskusi. Semoga dengan terlaksananya acara ini, dapat meningkatkan keakraban antar lintas agama dan meningkatkan persatuan bangsa, tutup Verdianto Karnadi selaku Ketua Panitia Acara tersebut.

Oleh: Ananda Karuna Jaya dan Hardi Ghosadhammo

Related Posts:

Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia: “Indonesia, kebangsaan dengan berkeadilan dan berkesejahteraan"

Ketua Umum & Sekjen DPP PIKI Periode 2020 - 2025. Dari kiri: Audy WMR Wuisang, S.Th, M.Si  & Dr. Badikenita Sitepu, S.E., M.Si (Foto: Adhe Darmawan)

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) mempunyai tantangan mewujudkan rumah bersama yang melayani dan berpartisipasi dalam iman demi ke-Indonesia-an yang berkeadilan dan berkesejahteraan.
Kondisi ini digambarkan berbagai pihak saat acara serah terima Dewan Pimpinan Pusat PIKI masa bakti 2015-2020 ke masa bakti 2020-2025 di Jakarta, Sabtu (5/6) sore.
Tegakkanlah Keadilan (Amos 5:15) yang menjadi tema kepengurusan 2020-2025 ini diakui Dr. Badikenita Putri Br. Sitepu, S.E., M.Si. sebagai Ketua Umum terpilih dalam KONGRES VI PIKI membuat kepengurusan PIKI kali ini harus bisa menjawab masalah masalah kemanusiaan yang terjadi di Papua, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat dan beberapa daerah lainnya, karena merupakan komitmen teologis PIKI.
“Pemerataan kesejahteraan menjadi konsern bagi kepengurusan ini sehingga kepengurusan ini terdiri atas sejumlah bidang yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan terdiri atas tokoh tokoh di daerah,” kata Badikenita.

Serah Terima DPP PIKI  Periode 2015 - 2020 Baktinendra Prawiro, M.Sc., MH kepada Dr. Badikenita Sitepu, S.E., M.Si, DPP PIKI 2020 - 2025 disaksikan oleh Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom dan Tokoh-tokoh nasional lainnya. (Foto: Adhe Darmawan)

Karena itu pula, selain kajian-kajian secara intelektual yang dilakukan yang akan dikerjakan bersama dengan Perguruan Tinggi Kristen/Lembaga Keumatan, program-program DPP PIKI akan terdistribusi sampai ke daerah daerah. Karena itu menjadi penting untuk memperkuat keberadaan 31 DPD PIKI dan mempermudah pembentukan DPC di kota/kabupaten dengan berbasis kelompok studi. Untuk menjaga semangat dan efektivitas setiap bidang, DPP PIKI akan melakukan evaluasi rutin yang bertujuan sebagai sarana diskusi untuk saling melengkapi.
Baktinendra Prawiro selaku Ketua Umum periode 2015-2020 yang akan menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat PIKI, dengan rendah hati mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa mampu melaksanakan tugas menggerakan kembali rumah bersama PIKI dan melakukan pergantian pengurus setelah cukup satu periode menjabat. 
“Terpilihnya Ketua Umum baru maka roda kaderisasi berjalan dan figure yang bertumbuh dan memaknai perjalanan karir nya bersama PIKI bertambah banyak”. kata Baktinendra 
“PIKI ke depan agar menjawab panggilan ke-kristenan di tengah bangsa secara aktif dan kritis bersama GMKI, GAMKI, PWKI, GSKI, PARKINDO, bersama PGI, Perguruan Tinggi Kristen dan lembaga kristen lainnya dalam doa akan dimampukan termasuk suatu saat nanti di Aceh Singkil dapat dibentuk kepengurusan PIKI”demikian tandasnya.  
Prof. Dr. Yasonna H Laoly, yang merupakan senior tokoh Kristen dan juga sedang menjabat Menteri Hukum dan HAM RI telah bersedia menjadi Ketua Dewan Kehormatan PIKI belum dapat hadir karena tugas kementerian. 
Acara serah terima ini disaksikan secara langsung oleh Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom dan tokoh-tokoh lainnya seperti Wakil Ketua Umum/Ketua Harian DPP PIKI Ir. David Pajung, M.Si., Wakil Ketua Umum Theo Litaay Ph.D, Bendahara Umum DPP PIKI Lukky Semen, SE. Direktur RS PGI Cikini dr. Alphinus Kambodji juga memberikan dukungan dengan kerjasama mengadakan test swab sebagai disiplin protokol kesehatan COVID-19 bagi 50 peserta yang hadir di tempat acara, sementara sekitar 180 peserta mengikuti melalui daring. 
Susunan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia masa bakti 2020-2025 sebagian adalah:
Ketua Dewan Kehormatan: Prof. Dr. Yasonna H. Laoly.
Ketua Dewan Penasehat: Baktinendra Prawiro, M.Sc., MH.
Ketua Dewan Pakar: Dr. Ir. Pos M. Hutabarat, MA.

Ketua Umum: Dr. Badikenita Sitepu, S.E., M.Si. (Senator DPD RI, Sumatera Utara)
Sekretaris Jenderal: Audy WMR Wuisang, S.Th., M.Si. (Tenaga Ahli Reformasi Birokrasi BNPP)
Bendahara Umum: Lukky Semen, SE. (Senator DPD RI, Sulawesi Tengah)
Wakil Ketua Umum: Ketua Harian: Ir. David Pajung, M.Si. (Komisaris PT Krakatau Steel)
Wakil Ketua Umum: Theofransus Litaay, SH., LL.M., Ph.D (Tenaga Ahli Utama KSP)
Wakil Ketua Umum: Ir. Maurits Mantiri, (Walikota Bitung)
Wakil Ketua Umum: Benny Laos (Bupati Morotai)
Wakil Ketua Umum: Iwan R. Butarbutar SE., ME. (Kementerian Keuangan RI)

Foto Bersama DPP PIKI bersama para Tokoh & Undangan yang hadir (Foto: Victor Ambarita).



Related Posts:

Djasarmen Purba Ketua Umum MUKI,Warga Gereja jangan Terburu buru Mengeluarkan pernyataan Tanpa Mengetahui Ranah Pelayanan PGI

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Hari-hari ini pemberitaan media sosial gencar terjadi  kritikan  keras yang di alamatkan ke Persekutuan Gereja gereja di Indonesia (PGI), atas sikap atau pernyataan Ketum PGI setelah menerima dan menggelar konprensi  pers saat menerima aduan dari Penyidik KPK yang tidak lolos Test Wawasan Kebangsaan (TWK). 

Sontak PGI  dijadikan bulan-bulanan dan mendapat tuduhan kalau PGI turut campur ke ranah politik. 

Akibat  serangan atau kritikan sikap PGI ini diakui membuat keberadaan PGI rontok. 
Dalam rangka memberikan support kepada Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom maka Ketua Umum Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Djasarmen Purba ditemani Yusuf Mujiono Ketua Umum Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna) menyambangi  kantor PGI di Grha Oikumene Jalan Salemba Raya No 10 Jakarta Pusat, Jumat 4/6/21. 

Kehadiran Djasarmen Purba Ketum MUKI disambut hangat Pendeta Gomar Gultom, dan tak membutuhkan waktu lama perbincanganpun  berjalan akrab. 
Di kesempatan itu Djasarmen merasa prihatin dan turut berempati atas apa yang terjadi dengan banyaknya serangan bahkan boleh dikatakan pembullyan kepada PGI, atas pernyataan sikapnya setelah menerima penyidik KPK yang tak lolos TWK beberapa waktu lalu. 

“Kalau PGI diserang kamipun MUKI sebagai lembaga umat juga turut merasakan terhadap serangan tersebut”, tandas Djasarmen Purba  mantan anggota DPD RI 
2 periode dari Kepri ini.

Sekalipun Gomar merasa baik-baik saja dan tak ada masalah dengan serangan yang di alamatkan ke PGI dan dirinya tersebut. Menurut mantan sekum PGI dua periode ini, mereka yang menyerang atau mengkritik belum memahami apa yang dilakukan, atau tugas panggilan PGI itu sendiri. 

Karena tidak benar kalau PGI tak peduli dengan persoalan-persoalan yang dialami warga gereja, seperti kasus GKi Yasmin selama ini PGI tetap memperjuangkan, tetapi kalau hingga kini belum berhasil PGI tidak memiliki wewenang yang lebih untuk menggoalkan GKI Yasmin tersebut sehingga GKI Yasmin bisa berdiri. 

Lalu bicara kasus Papua dan Poso, PGi turun langsung ke daerah tersebut bahkan Sekum PGI beberapa hari ini berada di Poso memberikan pendampingan dan support para korban. Tetapi itulah resiko sebuah perjuangan dan lihat saja bahwa kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. 

“Kalau MUKi mau membantu PGI sampaikan saja apa yang selama ini PGI sudah kerjakan”, ujarnya serius.    

 Sementara Djasarmen Purba ketika ditemui selepas bertemu dengan Pdt Gomar Gultom di kantor MUKI di gedung LAI menegaskan bahwa MUKI dapat memahami apa yang dilakukan PGI selama ini.  
Karena apa yang dilakukan PGI sudah diatur dalam anggaran dasar - anggaran rumah tangganya. Artinya tidak boleh menyimpang. 

Selanjutnya mengenai keberpihakannya kepada warga gereja seperti apa yang terjadi dengan GKI Yasmin Bogor, Jawa Barat, kasus teroris Poso Sulawesi Tengah dan Papua, PGI sudah berperan, dengan turun langsung dalam perjuangan bagi warga gereja bahkan saat ini Sekretaris Umum PGI masih ada di Poso untuk mendampingi  para korban. 

Terseret Bola panas TWK

Terkait adanya kritikan pedas ke PGI, Djasarmen melihat kalau ini lebih pada moment pernyataan PGI yang seolah-olah mendukung para penyidik KPK yang tidak lolos TWK. Padahal mengenai TWK ini masuk dalam ranah issue panas yang sedang sengit diperbincangkan.

Esensi yang mau disampaikan PGI sebetulnya  adanya indikasi pelemahan KPK. 
MUKI sangat mendukung kepedulian PGI terhadap pelemahan KPK tersebut. 

Menurut Djasarmen, ini jadi pembelajaran bagi PGI di kemudian hari, agar tidak reaktif sehingga jadi viral menimbulkan polemik berkepanjangan dan tidak kondusif.
Seharusnya momen pernyataan tidak perlu terburu-buru mengeluarkan pernyataan sikap, apalagi masuk dalam ranah bola panas.  

Sebaiknya Ketum PGI menerima masukan terlebih dahulu dari berbagai elemen masyarakat termasuk mereka yang tidak lulus test tersebut. 

Setelah  ditampung  masukan-masukan itu, baru kemudian mengeluarkan pernyataan sikap atas adanya indikasi pelemahan KPK. Bahkan PGI bisa menyampaikan langsung pernyataan tersebut ke lembaga-lembaga yang terkait, selain dipublikasikan.

Kepada KPK sendiri, lanjut Djasarmen  agar tidak ada tuduhan pelemahan di lembaga antirasuah itu, KPK segera membuktikan dengan mengusut kasus-kasus korupsi  besar yang banyak merugikan negara. Karena dengan diungkapnya kasus-kasus besar otomatis akan menghilangkan keraguan masyarakat terhadap issue pelemahan KPK. 

Kepada warga gereja dan masyarakat umumnya, jangan lekas membuat pernyataan sikap yang terburu-buru dan meng kritik serta membully PGI tanpa terlebih dulu mengetahui apa ranah yang dikerjakan PGI selama ini. 
Sebagai wadah persekutuan, bagi yang merasa anggota PGI atau simpatisan, mari kita duduk bersama diskusi demi bangsa dan negara Indonesia, pungkas Djasarmen menutup pembicaraan.



.

Related Posts:

PERNYATAAN SIKAP DAN KEPRIHATINAN PPHKI ATAS NASIB 3.000 (TIGA RIBU) PENGUNGSI DI KABUPATEN PUNCAK PAPUA


KAIROSPOS.COM, Jakarta - Mencermati terjadinya pengungsian 3000 orang masyarakat sipil di Kabupaten Papua yang terdampak konflik.  
Untuk itu, perkenankanlah kami, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) menyampaikan sikap dan pandangan berikut:
1. PPHKI menolak setiap aksi kekerasan yang berdampak pada kehidupan 3000 masyarakat sipil,  yang kini mengungsi di Kabupaten Puncak, Papua (Sumber: Harian Kompas, 3 Juni 2021).

2. PPHKI mendesak Pemerintah RI melalui Kementerian dan instansi terkait di Provinsi Papua  maupun melibatkan LSM/jaringan yang mempunyai kepedulian terhadap perempuan dan anak untuk segera mendata, mengidentifikasi dan menyediakan seluruh kebutuhan pokok dari para pengungsi, baik sandang, pangan, dan papan, pendidikan yang layak bagi anak-anak dalam usia belajar maupun program trauma healing dan memberikan rasa aman untuk perempuan dan anak selama dalam pengungsian.

3. PPHKI meminta Pemerintah untuk secara objektif senantiasa mengevaluasi penetapan KKB sebagai organisasi terorisme, termasuk kebijakan pengerahan aparat bersenjata di Papua.

4. PPHKI mendorong pemerintah pusat, pemerintah provinsi Papua mengadakan dan/atau meningkatkan komunikasi dengan aras gereja nasional dan daerah, tokoh masyarakat adat dan semua pihak terkait untuk mengedepankan dialog dan mediasi terlebih dahulu dalam penyelesaian konflik di Papua.

5. PPHKI meminta Pemerintah untuk fokus dalam menyelesaikan akar permasalahan di Papua, yaitu marginalisasi, pembangunan sumber daya manusia, polemik otsus Papua, dan penyelesaian pelanggaran HAM serta pencegahannya.

Demikian hal ini disampaikan sebagai perwujudan moral guidance dan hukum PPHKI, karena dimana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.

Tuhan memberkati Papua sebagai bagian dari NKRI.
Jakarta, 3 Juni 2021.

Fredrik J. Pinakunary,S.H.,S.E. (Ketum)                                                       
Hasudungan Manurung S.H.,M,H. (Sekjen)

Related Posts:

Deklarasi Aliansi Perdamaian dan Keadilan

KAIROSPOS.COM Jakarta -  Aliansi Perdamaian dan Keadilan (Aliansi Perekad) resmi dideklarasikan tepat pada peringatan hari Lahir Pancasila 1 Juni 2021. Aliansi Perekad terdiri dari berbagai organisasi di antaranya Vox Point Indonesia, Asosiasi Pendeta Indonesia, Majelis Umat Kristen Indonesia, Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia dan Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur.

Deklarasi dihadiri oleh Ketua Umum, Sekretaris Jenderal dan lima orang perwakilan masing-masing organisasi. Acara ini berlangsung secara off line dengan protokol kesehatan yang berlangsung di Gedung Sanggar Prathivi Building, Jl. Pasar Baru Selatan, No. 23, Pasara Baru, Jakarta Pusat.
Pernyataan deklarasi dipimpin oleh masing-masing Ketua Umum organisasi dan diikuti seluruh peserta. Adapun pernyataan resmi deklarasi Aliansi Perekad sebagai berikut.

Pertama, untuk memperjuangkan, membela dan mengawal 4 (empat) Konsensus Dasar yakni Pancasila,  UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

Kedua, memperjuangkan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia dan mengakui keberagaman sebagai berkah dari Tuhan Yang Maha Esa di bumi Pertiwi ini untuk mewujudkan Indonesia yang makmur dan jaya.

Ketiga, memperjuangkan penegakkan hukum yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keempat, memperjuangkan berjalannya proses demokrasi yang berdasarkan Pancasila dengan mengedepankan politik yang bermartabat. Maka daripada itu ALIANSI PEREKAD akan selalu mengawal, mendorong, mengkritisi, memberikan solusi untuk tercapainya kesejahteraan bersama bagi seluruh warga negara Indonesia.

Salah satu Ketua Presidium Aliansi Perekad, Yohanes Handojo Budhisedjati mengatakann, tujuan terbentuknya aliansi ini untuk memperjuangkan perdamaian dan keadilan. Ia menilai, keadilan masih menjadi persoalan serius di NKRI. Untuk itu, kata dia, harus diperjuangan secara bersama-sama sehingga rakyat bisa hidup rukun, aman dan damai.

“Kehadiran aliansi dari berbagai ormas menjadi kekuatan yang harus diperjuangkan dengan serius, dengan komitmen yang sama agar cita-cita kita mewujudkan Indonesia yang adil dan damai bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Handojo.

Related Posts: