Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) berkunjung ke Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),

KAIROSPOS.COM, Jakarta -Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) berkunjung ke Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, pada Senin (14/7/2025).

Dalam kunjungan audiensi tersebut, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat bersama dengan jajaran pengurus DPP GAMKI diterima langsung oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

Pertemuan tersebut mendiskusikan berbagai isu kebangsaan dan menegaskan komitmen kolaborasi lintas iman dalam menjaga dan merawat persatuan Indonesia.

"Kami menyampaikan keprihatinan atas sejumlah kasus intoleransi yang baru-baru ini terjadi, salah satunya pembubaran kegiatan retret pemuda Kristen di Sukabumi, serta polemik Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Depok," kata Sahat dalam keterangan resmi, Kamis, 17 Juli 2025.

Sembari berseloroh, Sahat mengatakan bahwa selama ini GAMKI selalu berkomitmen kepada empat pilar PBNU, kepanjangan dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. 

Namun, lanjut Sahat, peristiwa intoleransi semacam ini menjadi alarm bagi semua pihak tentang menyebarnya paham radikal di tengah masyarakat. 

"Ini bukan hanya tentang kebebasan beragama, tapi juga bagaimana komitmen kita terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dari pondasi keberagaman dan kebhinekaan," ujar Sahat.
GAMKI juga menyampaikan dukungan terhadap upaya yang dilakukan pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dalam menyuarakan keadilan lingkungan hidup.

"Seruan yang dilakukan Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan terkait persoalan TPL di Kawasan Danau Toba adalah persoalan bersama. Bersama dengan HKBP dan NU, kami memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan keadilan ekologis," lanjutnya.

Ketum GAMKI Sahat Sinurat mengusulkan pentingnya membangun konsensus nasional lintas iman yang melibatkan lembaga keumatan seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lembaga keagamaan lainnya, guna menerjemahkan norma-norma kebangsaan berdasarkan Pancasila.

"Kita butuh satu titik temu agar nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya menjadi jargon. Kalau tidak disepakati bersama, maka setiap pergantian pemimpin bisa mengubah arah kebijakan sesuai kehendak politik. Ini yang memicu lahirnya intoleransi dan ketidakadilan lainnya," lanjutnya. 

Ia juga menyampaikan bahwa Gus Yahya menyambut positif gagasan tersebut dan sebelumnya telah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh lintas agama.

"Beliau merespons positif dan sudah menjalin dialog, termasuk dengan Ketum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jacky Manuputty. Artinya, benih konsensus ini sudah mulai tumbuh dan perlu kita dukung bersama," imbuhnya.

GAMKI juga menyampaikan bahwa konsensus dan kolaborasi pemuda lintas agama sudah mulai dijalankan. Salah satunya saat mereka bersama GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, dan organisasi pemuda keagamaan lainnya bertemu Paus Fransiskus di Vatikan pada tahun 2024 untuk mendeklarasikan komitmen bersama atas nilai-nilai Pancasila. 

"Deklarasi Jakarta-Vatikan adalah bentuk sumbangan kecil dari pemuda lintas iman. Tapi yang besar harus datang dari para tokoh agama, seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lainnya. GAMKI bersama pemuda lintas agama lainnya pasti siap mendukung," ujar Sahat.

Menutup pertemuan tersebut, Ketum GAMKI kembali menitipkan harapan agar PBNU sebagai salah satu lembaga keagamaan terbesar di Indonesia dapat terus menjadi tumpuan dalam mengayomi masyarakat lintas iman di Indonesia.

"Masih banyak persoalan intoleransi yang terjadi di berbagai daerah seperti yang terjadi di Sukabumi dan Depok. Sekarang agak sulit berharap kepada Menteri Agama, jadi kami mengadu kepada Ketum PBNU. Kami percaya PBNU bisa menjadi penjaga kompas kebangsaan kita," pungkasnya.

Related Posts:

“Tuhan adalah Energi Ilahi yang Kekal”: Paparan Reflektif dr. Elly Lasut Menggugah Kesadaran Spiritual dan Intelektual


KAIROSPOS.COM, Jakarta - Dalam suasana khidmat di Gedung GPdI Pasar Rebo, Jakarta Timur, sebuah paparan reflektif yang tak biasa menggema, menantang batas-batas konvensional dalam memahami Tuhan, penciptaan, dan eksistensi manusia. Dalam acara bedah buku bertajuk “God is Energy – Rahasia di Balik Penciptaan”, dr. dr. Elly Engelbert Lasut, ME tampil bukan hanya sebagai penulis, tetapi juga sebagai pemikir yang berani meretas sekat antara iman dan ilmu, Rabo (2/7/2025).

“Apakah Tuhan itu energi?” tanya dr. Elly membuka presentasinya.
“Ya, dalam pengertian tertentu. Tuhan adalah energi ilahi yang kekal, tak terlihat namun nyata. Energi yang menyatu dalam unsur kehidupan, dalam tarikan napas, dalam rotasi planet, dan bahkan dalam kasih yang menyala di dalam hati manusia,” ujarnya tenang namun penuh getaran spiritual.

Paparan ini bukan sekadar gagasan filosofis, tetapi hasil pengkajian lintas disiplin: teologi, biologi, fisika kuantum, kosmologi, hingga ekologi spiritual. Ide ini pertama kali disampaikan dr. Elly dalam forum akademik bergengsi yang diselenggarakan oleh Persatuan Sekolah Tinggi Teologi se-Jawa, disponsori oleh Ikatan Cendekiawan Kristen Indonesia (ICKI), dan dihadiri oleh pejabat Kementerian Agama RI, termasuk Dirjen Bimas Kristen.

“Awalnya banyak yang ragu,” aku Elly, “tetapi ketika pendekatan ini dilihat dari sisi ilmiah dan spiritual, banyak yang mulai memahami bahwa energi sebagai ekspresi Tuhan bukan hanya metafora, tetapi kenyataan yang bisa dirasakan, bahkan dikuatkan oleh hukum-hukum alam itu sendiri.”

Dari Kedokteran hingga Spiritualitas: Jembatan antara Iman dan Ilmu, karena buku ini adalah cermin dari perjalanan panjang dr. Elly Lasut — seorang dokter spesialis, ekonom, politisi, sekaligus pemimpin daerah yang kini dikenal sebagai pemikir lintas bidang. Lebih dari 14 tahun pendidikan, termasuk studi lanjutan di Amerika Serikat, ia mengasah pemahaman bukan hanya pada ilmu medis dan kebijakan publik, tapi juga filsafat, teologi, dan kosmologi spiritual.

Dalam satu forum internasional yang dihadiri lebih dari 200 rektor dan akademisi dari berbagai negara, ia menyatakan dengan lantang: "Saya memang politisi, tapi saya juga ilmuwan. Saya bukan jomblo — saya suami dari sesama Bupati. Kami berdua kepala daerah, hingga akhirnya istri saya berpulang. Tapi saya terus melangkah, karena saya membawa pesan tentang Tuhan yang hidup dan bekerja sebagai energi ilahi — bukan dalam simbol, tapi dalam realitas yang menghidupkan seluruh semesta.”

Jembatan Bagi Generasi yang Haus Kebenaran, karena Lebih dari sekadar karya tulis, buku ini adalah undangan bagi generasi masa kini untuk berpikir, merenung, dan berdialog, bukan hanya soal asal-usul semesta, tapi juga soal makna hidup, identitas manusia, dan hubungan eksistensial dengan Sang Pencipta.
Dalam era di mana teknologi mendisrupsi kehidupan dan spiritualitas mulai kehilangan arah, dr. Elly menegaskan pentingnya menjembatani antara iman dan ilmu, antara pengakuan religius dan observasi ilmiah.

"Di balik penciptaan,” tuturnya, “terdapat satu kebenaran universal: Energi ilahi yang abadi, bekerja dalam kasih, dalam ciptaan, dan dalam kesadaran umat manusia.”

Buku “God is Energy – Rahasia di Balik Penciptaan” kini bukan hanya menjadi bacaan reflektif, tetapi juga menjadi platform pemikiran terbuka bagi mereka yang mencari Tuhan dengan akal dan hati, serta jembatan kesadaran baru antara spiritualitas dan sains, antara langit dan bumi

Related Posts: