PGI Meminta Presiden Turun Tangan Menyelamatkan KPK

KAIROSPOS.COM, Jakarta - “Kita 
sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) belakangan ini”, demikian disampaikan oleh Pdt Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) saat menerima 9 perwakilan dari pegawai KPK bersama Tim Hukum mereka. 

Lebih lanjut Gomar mengatakan bahwa PGI akan menyurati Presiden untuk dapat segera mengambil tindakan penyelamatan lembaga anti ruswah ini dari upaya-upaya pelemahan ini, dengan menyelamatkan ke-75 pegawai KPK tersebut.

“Dengan disingkirkannya mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK, dikuatirkan akan membuat para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK di masa depan, karena kuatir mereka diTWKkan dengan label radikal”, lanjut Gomar.

Dan kita semakin kuatir, karena mereka yang dipinggirkan ini banyak di antara mereka yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan.

Novel Baswedan, salah seorang di antara yang hadir menyebutkan kegalauannya. “Bagaimana kita mau berbangsa bila yang selama ini bekerja profesional tiba-tiba dilabeli radikal dan menjadi musuh negara?”. 

Novel juga menyebutkan bahwa TWK bukanlah tools untuk melihat seseorang lulus atau tidaknya seseorang menjadi ASN dalam alih status ini. “Prosesnya adalah upaya yang sudah ditarget. Ada fakta dan bukti untuk ini. TWK hanyalah justifikasi untuk target tertentu”, lanjutnya.

Hotman Tambunan mengeluhkan, ketika taat beragama diidentikka  dengan talibanisme. “Kami harus taat beragama, karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agamalah yang membuat kami tetap bertahan”, kata warga GKI Kayu Putih tersebut, seraya menunjuk rekannya yabg selama tiga tahun berturut-turut terakhir ini selalu mendapat nilai A untuk kinerjanya.

Adri Deddy Nainggolan, yang adalah warga GKI Kebayoran Baru, mengungkapkan keprihatinannya dengan begitu mudahnya masyarakat termakan hoaks yang menyebutkan adanya talibanisasi di KPK. “Tidak ada itu. Dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh issu ini”, katanya.

Saor Siagian, anggota Tim Hukum yang mendampingi mereka mengatakan, “Tiga dari Komisioner KPK periode baru lalu Kristen, dan Sekjen KPK juga Kristen. Saut Situmorang berkali-kali berkata, tidak ada talibanisme di KPK”.

Pdt Jacky Manuputty, Sekum PGI, mengungkapkan kegelisahannya melihat fenomena pabrikasi hoaks di medsos yang begitu mudah merubah persepsi kita atas keadaan dan lembaga tertentu. Dan ini yang terjadi dengan upaya pelemahan KPK ini. Dan yang tragis adalah, seperti kata Mohamad Isnur, pabrikasi itu dilakukan oleh negara melalui lembaga KPK dan BKN. “Ini ancaman buat masa depan bangda kita”, pungkas Isnur yang turut dalam pertemuan tersebut.

Sementara Rasamala Aritonang, yang adakah warga jemaat HKBP Pasar Rebo menyebutkan, “Kami sebagai KPK ini tantangannya berat. Kami berhadapan dengan koruptor. Dan yang bisa korupsi hanyalah mereka yang punya akses kepada kekuasaan. KPK ini hanyalah alat, pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif. Dan reaksi dari para koruptor ini adalah membuang pisau ini. Itu yang sedang kami alami”.

Menanggapi penjelasan dari kesembilan pegawai KPK tersebut, Gomar menyatakan keheranannya terhadap pernyataan Presiden Jokowi untuk tidak menggunakan TWK sebagai dasar penonaktifkan pegawai KPK, namun pernyataan itu tak ditindak-lanjuti. “Siapa sebenarnya yang menjadi presiden?" ungkapnya.

Related Posts:

Watak Nasionalisme, Sosialisme, Humanisme Menyinari Dan Menerangi Spritualitas Ompui S.A.E. Nababan

Penulis : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) : Mengenang Dan Menghormati Ompui S.A.E. Nababan)


KAIROSPOS.COM, Jakarta - Ompui Ephorus (Emeritus) HKBP Pdt. Dr. Soritua Albert Ernst Nababan, LID (selanjutnya disingkat dalam tulisan ini sebagai SAE. Nababan) adalah seorang tokoh yang relatif paripurna dari beberapa sisi kekuatan, kemampuan, dan kematangan. Seorang teolog ; konseptor ; organisator ; administrator ; penulis ; pembicara ; orator ; pemimpin dan penggerak ; filsuf dan pemikir ; intelektual dan cendekiawan ; aktifis dan pejuang. Tema-tema strategis dan utama atau pokok-pokok tematik yang menjadi materi tugas panggilan, dan merupakan pergumulan dan pergulatan pemikiran, pelayanan, pergerakan, dan perjuangan SAE. Nababan adalah : Keadilan, Kesetaraan, Perdamaian, Demokrasi, HAM, Kemanusiaan, Lingkungan Hidup.

Penulis mengenal dan mengetahui sosok SAE. Nababan, dari berbagai pihak dan kalangan yang beraneka ragam, majemuk, plural, multikuktural. Tidak tunggal dan tidak tersendiri. Pengenalan dan pengetahuan tersebut jauh sebelum Penulis dan SAE. Nababan berjumpa dan bertemu secara faktual serta berkenalan langsung dalam sebuah kegiatan (pertemuan diskusi dan dialog). Penulis mendengar dan mengetahui sosok SAE. Nababan dari orangtua (Ayah) Penulis. 

Juga mendengar dan mengetahui dari beberapa elemen dan komunitas lingkungan, lintas hubungan dan jejaring, dan relasi dan aliansi kerjasama dalam dunia pergerakan lainnya. SAE. Nababan pernah berkunjung langsung ke rumah kediaman orangtua Penulis di Gunungsitoli, Kepulauan Nias (Gusit, Kepni). Perkunjungan yang berlangsung sekitar awal atau pertengahan tahun 1980-an tersebut, pada dasarnya terlaksana dalam format dialog informal bersama dengan sejumlah pimpinan dan tokoh yang datang hadir pada saat itu. 

Keseluruhan konstruksi dan substansi pertemuan dan dialog tersebut, diletakkan, diposisikan, dan ditumbuhkan secara baik dan benar agar memiliki relevansi otentik. Sehingga bermanfaat dan berefek positif, efektif, dan produktif. Terurama dalam kerangka untuk mengembangkan kualitas persekutuan, persatuan, pelayanan, pengabdian, perjuangan, dan pergerakan oikumene. Juga dalam kerangka memajukan masyarakat dan daerah Kepni. Kualitas pergerakan oikumene semakin berarti ketika dibumikan dalam kerangka pemajuan kualitas manusia dan masyarakat. Dan dalam kerangka pembangunan daerah dan kawasan yang semakin menguatkan Keindonesiaan.

Perspektif pengembangan dan pemajuan ini, difahami dan dimaknai dalam konteks Kepni sebagai kawasan perbatasan yang terluar dan terdepan. Lagi pula sebagai kawasan kepulauan yang tertinggal dibanding dengan kawasan lainnya di Indonesia. "Bangunan tugas panggilan etik dan tanggungjawab moral" dari perspektif pembangunan kawasan di atas, memiliki getaran energi yang menguat dan berdampak. Perihal tersebut sebagai penanda dan pemakna perhatian serius. Pada gilirannya merupakan artikulasi dan formulasi dari pemikiran, pelayanan, dan pergerakan kemanusiaan, kepemimpnan, dan kelembagaan. Juga sebagai wujud kepedulian secara bersama dan bentuk keterpanggilan secara bergotongroyong. 
Kemudian pemaknaan akan tugas dan tanggungjawab secara otentik dan konkrit. Intinya adalah meletakkan dan menempatkan kawasan perbatasan dan kepulauan, yang harus segera dan senantiasa diperhatikan, digerakkan, dan dimajukan. Lagi pula yang mesti secepatnya diprioritaskan secara serius dalam skala mendesak. Sosiologi dan tipologi kawasan perbatasan yang terluar dan terjauh serta kawasan kepulauan yang tertinggal, pada dasarnya menjadi cakrawala dan merupakan armosfir pergumulan pergerakan oikumene dan pergulatan spritualitas SAE. Nababan. Basis dan warna pemikiran, jejak langkah perjalanan, rekam jejak pengalaman, dan jati diri pelayanan dan pergerakan SAE. Nababan, pada dasarnya bersifat baik dan bajik. Intinya bertumpu dan berintikan pada perihal yang berkeadilan, berkemanusiaan, beradab dan berkeadaban. 

Keterbukaan dan kesediaan SAE. Nababan untuk berfungsi dan berguna bagi kebajikan dan kebaikan umum merupakan sikap teologis dan ideologis. Perihal tersebut adalah sebuah dan serangkaian pernyataan kesaksian hidup dengan posisi tegak lurus untuk "menyatakan, menyerahkan, dan mempersembahkan" jiwa raga. Pernyataan kesaksian hidup tersebut berguna bagi pengakuan, penghormatan, dan pemajuan nilai-nilai kemanusian, keumatan, kemasyarakatan, dan kebangsaan. Keterbukaan dan kesediaan tersebut, diperuntukkan dan diabdikan demi untuk pembangunan dan pemajuan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan yang berharkat, bermartabat, dan berkeadaban (beradab) Pancasila. 

Kehadiran dan keberadaan SAE. Nababan, merefleksikan dan menunjukkan sikap dan pendirian etik dasar kepemimpinan. Juga menggambarkan dan mengukuhkan tugas panggilan dan tanggungjawab moral pemimpin pergerakan persekutuan dan pelayanan. Sikap dan pendirian serta tugas panggilan dan tanggungjawab, pada dasarnya lahir dan tumbuh berdasarkan atas kesadaran teologis dan kepedulian ideologis yang otentik. Kemudian pada gilirannya, berpotensi dan berfungsi sebagai prasyarat standar dan persyaratan mutlak untuk mengorganisasikan dan menggerakkan kemanusiaan dan keumatan. Juga membangkitkan dan memajukan kemasyarakatan dan kerakyaran di wilayah kawasan lokal dan regional. 


Kualitas pertemuan dan dialog, semakin mengkonfirmasi mengenai kualitas, integritas, dan kredibilitas kepedulian SAE. Nababan terhadap sejumlah pokok-pokok tematik kehidupan. Terutama bagi pemajuan kemanusiaan, keumatan, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang berkeadilan, berkemakmuran, dan berkesejahteraan. Perihal tersebut bertumpu dan berbasis pada keberadaan dan kebangkitan harkat dan martabat kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sesungguhnya dan sejatinya.

Sosok SAE. Nababan memiliki kepintaran, kecerdasan, kedisiplinan, keberanian, dan ketegasan, kematangan, kemandirian, dan bibit kepemimpinan, sejak remaja dan muda. Penulis mendengar dan mengetahui perihal ini dahulu dari mantan Gubernur Sumut (Alm). P.R. Telaumbanua, yang juga pernah menjadi Bupati Nias, Residen Sumatera Timur, Walikota Medan, dan menjadi Staf Ahli Menteri Dalam Negeri RI setelah selesai menjadi Gubernur Sumut. Meskipun P.R. Telaumbanua ditugaskan rezim penguasa saat itu di awal orde baru untuk menjadi Anggota DPR-RI dan MPR-RI dari Partai Golkar, namun habitus (habitat) politik sesungguhnya dari P.R. Telaumbanua adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Indonesia (Partindo), sejak remaja, tahun 1930-an awal. P.R. Telaumbanua, juga merupakan seorang pamong praja, abdi negara, pegawai negeri, dan birokrat pemerintahan - dengan sejarah karir kepegawaian yang lama dan panjang.

Sosok P.R. Telaumbanua berteman dekat dan bersahabat karib dengan Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia (RI) Bung Karno. Bung Karno, pernah dua kali berkunjung ke Kepni di awal tahun 1950-an, setelah Proklamator dan Wakil Presiden Pertama RI Bung Hatta selesai berkunjung ke Kepni, sesaat setelah selesai Konferensi Meja Bundar (KMB). Bung Karno menginap saat itu di rumah kediaman P.R. Telaumbanua, di Gusit, Kepni. Penulis berkeluarga dekat dengan P.R. Telaumbanua karena Ayah dari P.R. Telaumbanua merupakan abang kandung dari Nenek Penulis. 

Om P.R. (Pendeta Roos), begitu nama panggilan khas dari P.R. Telaumbanua, beserta Anak-Anaknya, pernah dan bahkan sering menyampaikan dan memberitahukan mengenai sosok SAE. Nababan kepada Penulis dalam beberapa kali kesempatan. P.R. Telaumbanua menempuh studi dan menyelesaikan pendidikan formal di sekolah Belanda (HIS dan MULO), di Sigumpulon, Tarutung, Taput, Sumut, dan sekolah HIK di Solo, Jateng. Ayah SAE Nababan, bergelar Guru Jonathan L. Nababan adalah Guru dan Pendidik langsung dari P.R. Telaumbanua ketika itu di Taput, Sumut. Keluarga Guru Jonathan L. Nababan, pernah bertempat tinggal di kota Medan, demikian juga Keluarga P.R. Telaumbanua. Kedua keluarga besar ini relatif dekat sejak dari dahulu pada masanya. Mantan Gubernur Sumut P.R. Telaumbanua dan keluarganya sering dan selalu memberitahukan dan mendiskusikan mengenai sejumlah keunggulan dan kemajuan SAE. Nababan.

Kemudian sosok SAE. Nababan sejak muda (mahasiswa doktoral/S3 di Jerman), sudah aktif membangun persahabatan pemikiran inteletual dan pergaulan akademik keilmuan. Pergerakan membangun tersebut bersama dengan berbagai elemen dan komunitas yang tumbuh dalam lingkungan atmosfir tersebut di atas. Juga telah aktif membangkitkan dan melanjutkan pertumbuhan profetik teologis, perkembangan kesadaran ideologis, dan pergerakan oikumene, nasionalisme, sosialisme, dan humanisme. Pergerakan tersebut pada gilirannya, hidup berkembang dan tumbuh subur menjadi watak dan wajah spritualitas pemikiran, pelayanan, dan pergerakan dalam kepribadian dan kepemimpinan SAE. Nababan.

Penulis mendengar dan mengetahui informasi dan publikasi perspektif tersebut di atas dari Alm. Ephorus (Emiritus) BNKP Pdt. B. Christian Hulu, dalam beberapa kali pertemuan dan diskusi. Pdt. B. Christian Hulu bersahabat dekat dengan SAE. Nababan, sejak sama-sama kuliah menempuh dan melanjutkan studi theologia di Jerman. Pdt. B. Christian Hulu dalam beberapa kali bertemu dan berdiskusi dengan Penulis, menyampaikan dan menguraikan mengenai pertumbuhan karakter kuat dan perkembangan kepribadian kukuh dari sosok SAE. Nababan. Karakter kepribadian tersebut menyertai dan mewarnai kualitas kepribadian dan kepemimpinan seorang filsuf dan pemikir terkenal ; aktifis, pemimpin dan penggerak terdepan ; dan teolog terkemuka, yaitu : SAE. Nababan. 

Pemikiran, pelayanan, dan pergerakan oikumene, nasionalisme, sosialisme, dan humanisme, mewarnai dan memaknai dinamika dan dialektika perjuangan SAE. Nababan. Dinamika dan dialektika tersebut, pada dasarnya terbingkai dan terbungkus dalam sebuah rangkaian utuh tarikan nafas panjang berkesinambungan. Kesuburan pertumbuhan dan perkembangan perjuangan pemikiran tersebut, mengemuka dan semakin melembaga, sejak sebelum SAE. Nababan menyelesaikan studi pendidikan doktoral di Jerman, benua Eropa. Kemudian dinamika dan dialektika tersebut berlanjut setelah lulus merampungkan studi.


Ada sejumlah ruang, kesempatan, dan dimensi yang mewarnai dinamika dan memaknai dialektika yang tumbuh. Ada dimensi nuansa panggilan hati dan sentuhan nurani ; ada dimensi kedalaman teologis, keluasan sosiologis, dan kesadaran ideologis ; ada dimensi bobot pemikiran kritis dan pergaulan dinamis dialektis ; ada dimensi pengalaman empirik dan pematangan konkrit ; ada dimensi kemauan inisiatif maksimal dan keterlibatan aktif optimum. Sejumlah ruang, kesempatan, dan dimensi tersebut di atas, mewujud dan mengemuka dalam berbagai medan aksi pemikiran, pelayanan, dan pergerakan SAE. Nababan. 


Ada benang penyambung, pengikat, penguat, dan penggerak yang utuh dan kuat terhadap sistem nilai kaderisasi kepribadian dan kepemimpinan. Keberadaan dan kemanfaatan sistem nilai tersebut, yang pada gilirannya melahirkan dan menumbuhkan kualitas, integritas, kredibilitas, kapasitas, dan profesionalitas kepribadian dan kepemimpinan. Cakrawala dan suasana kebatinan tersebut, pada dasarnya menyertai, mewarnai, mengitari, melekati, dan memengaruhi spritualitas pemikiran, pelayanan, dan pergerakan SAE. Nababan. Perspektif materi muatan tersebut menjadi inti kandungan dari percik-percik yang substantif. Kemudian pada akhirnya mewarnai, memengaruhi, dan memaknai kualitas kinerja dan kepemimpinan SAE. Nababan.

Sesungguhnya sosok SAE. Nababan, tidak sekadar hanya merupakan panutan di kalangan eksternal keluarga saja. Namun juga menjadi simbol penuntun dan pengarah keteladanan atas sejumlah perihal kebaikan dan kebajikan di dalam lingkaran internal keluarga besarnya. Penulis relatif sudah mengenal lama dan bersahabat baik dengan Putra Sulung dari SAE. Nababan, yaitu Hotasi Nababan. Juga bersama dengan Adik-Adik SAE. Nababan, antara lain : Panda Nababan, Alm. Asmara Nababan, Edith Dumasi Nababan, dan juga dengan Indra Nababan. 

Figur Panda Nababan adalah seorang wartawan senior dan jurnalis investigator terkemuka dan kawakan serta pemimpin media massa. Panda Nababan bersama Penulis, pernah sama-sama menjadi Anggota Komisi Politik dan Hukum DPR-RI dan sejumlah Pansus DPR-RI. Juga pernah sama-sama menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan sebagai kader dan anak buah di bawah kepemimpinan Ketua Umum PDI Perjuangan Hj. Megawati Soekarnoputri (Presiden Kelima RI). Figur Asmara Nababan adalah seorang aktifis lurus, jujur, tulus ; pejuang teguh, konsisten, kredibel yang berjuang dalam dunia pergerakan civil society ; pejuang demokrasi, HAM, dan kemanusiaan ; tokoh penggerak dan pemimpin NGO/Ornop/LSM ; juga Komisioner dan Sekjen Komnas HAM-RI. Asmara Nababan sering bertemu dan berdiskusi serta pernah bekerjasama dengan Penulis dalam hal bidang kegiatan yang berkaitan dengan hukum, legislasi/regulasi, demokrasi, HAM, kemanusiaan, dan keamanan. 

Figur Edith Dumasi Nababan adalah seorang Hakim karir yang lama bertugas di lingkungan Badan Peradilan, terakhir mengabdi sebagai Hakim Agung RI di Mahkamah Agung RI. Penulis mengenal dan mengetahui Edith Dumasi Nababan sejak saat Penulis dan bersama dengan para Anggota DPR-RI sebagai Anggota Komisi Politik dan Hukum, melakukan agenda persidangan konstitusional "fit and proper test" terhadap Edith Dumasi Nababan dan beberapa Calon Hakim Agung RI lainnya. Edith Dumasi Nababan mengikuti fit and proper test, dan selanjutnya dinyatakan lulus dan terpilih menjadi Hakim Agung RI, yang saat itu satu angkatan sebagai Calon Hakim Agung dan terpilih menjadi Hakim Agung RI bersama dengan, antara lain : Bagir Manan, Muladi, Artidjo Alkostar, Abdulrahman Saleh, Abdul Kadir Mappong, Muhammad Laica Marzuki, Benjamin Mangkoedilaga, Valerine J.L. Kriekhoff, dan lain-lain. 


Figur Indra Nababan adalah seorang aktifis, penggerak, dan pemimpin NGO/Ornop/LSM. Penulis pernah bahkan sering dan selalu mendengar dan mengetahui dari kawan-kawan aktifis dan pemimpin pergerakan mahasiswa serta pergerakan civil society, bahwa Indra Nababan, Asmara Nababan, dan Panda Nababan, menjadi dan merupakan figur yang saat itu senantiasa mendukung secara moral dan material perjuangan aktifis mahasiswa dan pergerakan civil society. Penulis mendengar dan mengetahui hal tersebut di atas karena Penulis atau ketika Penulis saat itu sedang menjadi Ketua Senat Mahasiswa (semacam Presiden BEM). Dan juga ketika Penulis tengah menjadi salah seorang Ketua Presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta (FKMY). FKMY adalah sebuah elemen dan komunitas pergerakan mahasiswa tahun 1980-an, yang mengorganisasikan, menyelenggarakan, dan melakukan pendampingan, pembelaan, penguatan rakyat, dalam berbagai bentuk, wujud, dan jenis pergerakan dan perjuangan yang demokratik konstitusional.

Tema-tema utama atau pokok-pokok tematik yang menjadi materi tugas panggilan persekutuan dan pelayanan SAE. Nababan. Kemudian konten pergumulan dan pergulatan pemikiran dan pergerakan SAE. Nababan, pada dasarnya memiliki kesamaan frekuensi getaran dan suasana kebatinan dengan Adik-Adiknya tersebut di atas. Pada dasarnya dan senantiasa berintikan dan bersentuhan dengan agenda dan issue tematik, yaitu : keadilan, kesetaraan, perdamaian, demokrasi, HAM, kemanusiaan, lingkungan hidup. Juga agenda dan aksi pelayanan dan pergerakan untuk melakukan pendampingan, pembelaan, dan penguatan terhadap rakyat. 

Lagi pula, rata-rata dan relatif sama-sama memiliki hati nurani, sikap, pemikiran, dan pendirian berkategori "fighter" dan "progresif" yang tegak lurus. Sama sekali tidak berdiam diri dan tidak bertenang diri ketika melihat, mendengar, mengetahui, menyaksikan, mengalami, dan merasakan hal-hal yang bertentangan dan berlawanan dengan yang prinsipil kebajikan dan keadaban. Selalu "bergerak, berbunyi, dan bersuara" demi untuk keadilan dan kebenaran. Juga berwatak nasionalis, sosialis, dan humanis. Perihal tersebut, bisa jadi karena disebabkan oleh bobot personalitas masing-masing Adiknya. Juga bisa jadi karena disebabkan oleh daya dan efek pengaruh dari keteladanan sosok yang relatif paripurna dari seorang Sang Abang : SAE. Nababan.

Bobot dari sosok SAE. Nababan memiliki keunikan khusus dan tersendiri dibanding dengan sejumlah teolog dan pemimpin pelayanan dan pergerakan oikumene lainnya. Ada sejumlah teolog terkemuka dan terkenal. Malahan di antaranya ada yang merupakan senior dan sesepuh pada masanya sebagai penuntun dan pengarah pelayanan dan pergerakan oikumene. Ada juga yang sempat dan pernah menjadi pemimpin lembaga-lembaga pelayanan dan pergerakan oikumene. Ada teolog yang juga merupakan akademisi, intelektual, cendekiawan, sastrawan, budayawan. Ada juga yang sekaligus menjadi aktifis, penggiat, penggerak, dan pemimpin gerakan civil society atau masyarakat sipil. 

Watak spritualitas kepribadian dan kepemimpinan para senior dan sesepuh tersebut, rata-rata berwarna nasionalisme, sosialisme, dan humanisme. Juga memiliki kesetiaan dan ketaatan membangun dan merawat dialog, kerjasama, persahabatan sejati dan persaudaraan abadi berbasis pada sikap dan sifat inklusi, moderasi, dan toleransi yang berperikemanusiaan serta berkebudayaan luhur dan mulia. Ada misalnya, antara lain : Alm. J.L. Ch. Abineno, Alm. P.D. Latuihamallo, Alm. G.H.M. Siahaan, Alm. W.A. Roeroe, Alm. Sularso Sopater, Alm. Eka Darmaputera, Alm. Marianne Katoppo, Alm. Th. Sumartana ; dan A.A. Yewangoe beserta Henriette Lebang, dan lain-lain. 

Salah satu di antara senior dan sesepuh tersebut di atas adalah sosok SAE. Nababan, yang keberadaannya mungkin relatif "paripurna". SAE. Nababan adalah seorang teolog terkemuka, terkenal, dan mendunia dalam ranah pelayanan dan pergerakan oikumene regional dan internasional ; seorang filsuf dan pemikir kegerejaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan ; seorang intelektual dan cendekiawan yang kredibel ; seorang konseptor, administrator, dan organisator yang menejerial, profesional, taktis, dan strategis ; seorang penulis, pembicara, dan orator yang handal, bernas, berbobot, ulung, dan kawakan ; seorang aktifis, pejuang, dan pemimpin pergerakan keadilan, kesetaraan, perdamaian, demokrasi, HAM, kemanusiaan, dan lingkungan hidup.

Tugas panggilan pelayanan kepemimoinan SAE. Nababan, antara lain : pernah menjadi Sekretaris Umum MPH PGI ; Ketua Umum MPH PGI ; Ephorus HKBP ; Sekretaris Pemuda Dewan Gereja-gereja Asia ; salah seorang Presiden Dewan Gereja-gereja Asia ; Anggota Komite Eksekutif Federasi Lutheran Se-Dunia ; Wakil Presiden Federasi Lutheran Se-Dunia ; Wakil Ketua Komite Sentral Dewan Gereja-gereja Se-Dunia ; salah seorang Presiden Dewan Gereja-gereja Se-Dunia ; anggota, aktifis, kader, pengurus GMKI pada masanya. Dan masih banyak lagi medan pelayanan dan dunia pergerakan lainnya, yang pada dasarnya menorehkan posisi berpengaruh dan peran menentukan dari SAE. Nababan. 

Perspektif amanah kegiatan dan tugas panggilan pelayanan tersebut, semakin meneguhkan keunikan khusus dan kepribadian berbobot. Juga tambah mengukuhkan status personalitas SAE. Nababan, sungguh-sungguh memiliki kualitas dan kapasitas kepemimpinan bertaraf kawasan regional dan berkelas dunia internasional yang telah teruji dan sudah terkonfirmasi. Namun SAE. Nababan, selalu setia dan dengan taat tetap memelihara dan membawa karakter kepemimpinan yang berakar lokal dan berbasis domestik. Perihal tersebut tentu dengan segala kearifan yang bijak dan bersahaja ; serta dengan segala kekuataan moral dan kewibawaan kultural yang dimiliki SAE. Nababan. Kemudian dipraxiskan secara utuh dan berkelanjutan, dengan metode refleksi-aksi-refleksi-aksi-refleksi-aksi, dan seterusnya.

Meskipun SAE. Nababan juga menghadapi pergumulan hati dan pemikiran kritis ; serta mengalami pergulatan batin dan pertimbangan serius mengenai kaderisasi dan regenerasi. Namun SAE. Nababan, senantiasa memberikan perhatian dan kepedulian khusus dan terutama terhadap kebangkitan dan kemajuan kalangan remaja, mahasiswa, dan pemuda. Penulis bersama dengan SAE. Nababan, pernah diundang sama-sama menjadi Pembicara dalam sebuah Seminar Nasional dan Dialog Kebangsaan, di Pekanbaru Riau, akhir tahun 1990-an. 

Salah satu pokok pembahasan tematik adalah mengenai kemahasiswaan dan kepemudaan dalam kerangka Keindonesiaan. Pokok-pokok pemikiran SAE. Nababan, dan juga dinamika diskusi-dialog saat itu, menempatkan pembangunan kualitas manusia dan penguatan sumber daya kemahasiswaan dan kepemudaan, menjadi agenda dan issue penting, strategis, dan menentukan. Ada dukungan terarah dan terfokus dari SAE. Nababan terhadap remaja, mahasiswa, dan pemuda untuk bangkit dan maju. Perspektif tersebut mengindikasikan dan memastikan bahwa angkatan dan generasi tersebut memiliki posisi dan peran membangun Indonesia Maju untuk masa kini dan masa depan.

Jauh sebelum kegiatan seminar dan dialog tersebut di atas, Penulis sudah dan sering berjumpa, bertemu, dan berdiskusi dalam sejumlah skala, konteks, dan kerangka, bersama dengan SAE. Nababan. Demikian juga, setelah kegiatan tersebut di atas, beberapa kali ada kesempatan perjumpaan, kegiatan pertemuan, dialog dan diskusi bersama dengan SAE. Nababan. Tentu dalam kapasitas profesi dan atribusi masing-masing. Keseluruhan dan rata-rata bangunan dan materi perjumpaan dialogis dan pertemuan diskusi, pada dasarnya menunjukkan dan memetakan bobot kapasitas dan kualitas kepribadian dan kepemimpinan SAE. Nababan. Spritualitas pemikiran, pergaulan, pelayanan, pergerakan, dan perjuangannya berakar kuat dan bertumbuh subur pada watak nasionalisme, sosialisme, dan humanisme. 

Sosok kepemimpinan SAE. Nababan pernah berseberangan dan berlawanan keras secara diametral dengan Presiden RI Soeharto pada suatu saat. Terutama dalam hal memposisikan Pancasila dalam kerangka sistem kemasyarakatan, keumatan, kelembagaan, keormasan. Namun SAE. Nababan sesungguhnya dan sejatinya adalah seorang Pancasilais. SAE. Nababan, membumikan dan mempraxiskan Nilai-Nilai Pancasila melalui kerja-kerja kepribadian dan kinerja kepemimpinan. Apabila ditelusuri dan dikritisi mengenai watak nasionalisme, sosialisme, dan humanisme SAE. Nababan, maka watak tersebut sesungguhnya dan sejatinya bersumber dan berasal dari keseluruhan sistem Nilai dari Sila-Sila Pancasila. Kepribadian dan kepemimpinan SAE. Nababan, juga sekaligus merefleksikan dan mengukuhkan pembumian Sila-Sila Pancasila secara utuh dan lengkap dengan saling menguati dan memaknai. 

Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus senantiasa dipertahankan dan diperkuat dalam kerangka dan ranah konstitusi UUD Tahun 1945 yang berkeadilan, berkemakmuran, dan berkesejahteraan. Juga dengan tetap berbasis pada kualitas keutuhan wilayah, kedaulatan bangsa, integrasi nasional. Tentu dengan etos Bhinneka Tunggal Ika (kebhinnekaan, keragaman, kemajemukan, multikulturalisme). Juga dengan semangat partisipatoris dan emansipatoris. Posisi dan orientasi sikap, pendirian, pemikiran, pergaulan, pelayanan, pergerakan, dan perjuangan kepemimpinan SAE. Nababan, pada hakekatnya secara simbolik dan konkrit melambangkan dan memancarkan sejumlah pesan kuat, tegas, dan jelas terhadap kalangan internal dan eksternal. 

Sosok SAE. Nababan amat serius berkemauan kuat dan bertekad bulat untuk berdiri dan berjalan tegak lurus dalam rangka menjaga, mengawal, dan merawat keluhuran dan kemuliaan Pancasila. Kemudian dalam menyelenggarakan, membumikan, dan mempraxiskan kebajikan dan kebaikan Pancasila. Juga dalam menempatkan dan memposisikan Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi bersama yang memperjumpakan, mempertemukan, mempersatukan semua dan berbagai elemen, komunitas, dan lintas yang multi, beraneka ragam, dan majemuk. Posisi dan orientasi SAE. Nababan sebagai pemimpin institusi kelembagaan, dapat difahami dalam kerangka pemahaman bahwa SAE. Nababan, bermaksud dan bertujuan strategis, visioner, luhur, dan mulia. 


Pada dasarnya SAE. Nababan, bermaksud dan bertujuan untuk membangun check and balances. Selanjutnya bermaksud dan bertujuan untuk menjaga jarak terukur dengan "Negara" dan juga terhadap kepemimpinan nasional Presiden Soeharto saat itu. Terutama terhadap sistem dan kepemimpinan yang diskriminatif, intimidatif, koruptif, dan otoritatian. Selanjutnya bermaksud dan bertujuan untuk memperkuat masyarakat dan institusi kelembagasn kemasyarakatan serta memperluas relasi jejaring dan kerjasama konsolidasi dan aksi yang berarti dan berefek serius. 

Perihal tersebut di atas adalah dalam kerangka membangun, menumbuhkan, dan menegakkan Nilai-Nilai keadilan, kesetaraan, perdamaian, demokrasi, HAM, kemanusiaan, dan lingkungan hidup. Sesungguhnya, titik kritis dan simpul korektif dari SAE. Nababan ketika berseberangan dan berlawanan dengan Presiden Soeharto adalah penolakan dan perlawanan SAE. Nababan terhadap sejumlah perihal negatif yang menegasikan, merugikan, membahayakan, merusak, dan menghancurkan Nilai-Nilai tersebut di atas dan terhadap hakekat kemanusiaan, keutuhan ciptaan, dan keadaban.

Sosok SAE. Nababan menerjemahkan dan membumikan watak spritualitas pemikiran, pelayanan, dan pergerakan kepribadian dan kepemimpinan, secara bermakna dan berarti. Watak nasionalisme, sosialisme, dan humanisme, pada gilirannya melahirkan, membangunkan, dan menggelorakan sikap etik berkehidupan pelayanan dan pergerakan yang bernilai positif dan strategis. Intinya adalah bernilai prinsip-prinsip inklusi, moderasi, toleransi. Juga egaliter dan solider. SAE. Nababan mendayagunakan, mengorganisasikan, dan menggerakkan keseluruhan potensi kemampuan dan kekuatan bagi berlangsungnya berbagai diskursus kegiatan kemanusiaan dan keadaban antar berbagai elemen, komunitas, dan lintas. Diskursus berlangsung dan bertumbuh untuk membangun keutuhan dan kebersamaan dalam kepelbagaian dan kemajemukan. 

Diskursus tersebut melahirkan dan menghasilkan bangunan berkehidupan yang inklusif, moderat, dan toleran. Ada relasi antara kebermaknaan nasionalisme, sosialime, dan humanisme ; dengan pertumbuhan dan penguatan situasi dan kondisi kebermasyarakatan, keberagamaan, dan keberbangsaan yang dialogis, egaliter, solider, inklusif, moderat, toleran dalam atmosfir kedaulatan Indonesia Raya dan "Merah Putih". Relasi tersebut berfungsi untuk saling mengerti, memahami, mengakui, menghormati. Bahkan untuk saling menerima, melengkapi, dan memaknai kualitas perikehidupan dan perikemanusiaan dalam masyarakat, bangsa, dan negara-negara di tengah-tengah dunia yang amat multi, beraneka ragam, plural, majemuk, dan sangat dinamis, kompleks, dan kompetitif.

Ada penglihatan dan pendengaran kalangan publik secara umum ; dan pengetahuan kalangan terbatas termasuk Penulis terhadap SAE. Nababan. Perihal ini, pada dasarnya meletakkan posisi doktrin dan warna karakter pemikiran teologis dan ideologis SAE. Nababan, tidak "datar normatif abstrak abu-abu" dan tidak "netral". Pemikiran dan pergerakan SAE. Nababan, pada dasarnya terarah, terfokus, dan "berpihak". Ada diskursus "keberpihakan dan pemihakan" terhadap : pertahanan, pembumian, dan pembangunan Nilai-Nilai keadilan, kesetaraan, kebenaran, kemerdekaan, kebebasan, perdamaian, demokrasi, HAM, kemanusiaan, lingkungan hidup. 

Ada juga diskursus keberpihakan dan pemihakan terhadap ide, gagasan, aspirasi, konsolidasi, dan aksi bagi pertumbuhan dan penataan prinsip dan sikap dasar berkehidupan kepemimpinan, kelembagaan, dan kebangsaan yang berdaulat, mandiri, kuat, otonom, dan independen. Kemudian ada diskursus keberpihakan dan pemihakan terhadap pertumbuhan dan pengembangan penguatan solidaritas, kualitas kapasitas keumatan, kemasyarakatan, keorganisasian, kelembagaan ; dan terhadap perikeadilan, perikemanusiaan, perikeutuhan ciptaan, perikehidupan yang berbasis inklusi, moderasi, dan toleransi.

Ketika ada nuansa dan getaran dinamika dan dialektika dalam keorganisasian dan kelembagaan kepemimpinan sosok SAE. Nababan, maka pada gilirannya mesti diletakkan, difahami, dan dimaknai secara utuh, jernih, dan obyektif. Intinya adalah mesti diletakkan, difahami, dan dimaknai dalam kerangka diskursus tersebut tadi di atas. Nuansanya dan getarannya kadang kala dan mungkin tidak jarang melahirkan dan mengakibatkan berbagai aneka jenis dan macam hal yang muncul. Ada keberhasilan, kematangan, ketenangan, kenyamanan, kelebihan, keuntungan. 

Juga ada kekurangan, kerugian, kerisauan, keresahan, keriuhan, dan kegaduhan. Namun pesan penting dan kuat dari substansi utama, besar, dan panjang dari diskursus tersebut, pada dasarnya bernilai dan berkelas baik dan bajik secara otentik. Barangkali pendekatan, pola, metode, dan cara yang lebih beraneka ragam dan variatif, dapat berperan efektif untuk membantu mengurangi dan mengatasi sisi-sisi lain yang negatif akibat dari diskursus dan juga akibat dari keberpihakan dan pemihakan tersebut.

Keluasan, kedalaman, dan kematangan kepribadian dan kepemimpinan SAE. Nababan, telah menginisiasi, mengajaki, mengisi, bahkan berhasil "mengagitasi dan memprovokasi" secara positif, efektif, dan produktif bagi keadaban dan kemajuan masyarakat, bangsa, negara, dan dunia kawasan regional dan internasional. Juga bagi menumbuhnya dan merebaknya diskursus umum dan besar di tataran doktrin, ide, gagasan, refleksi, konsolidasi, dan aksi. SAE. Nababan menjadi salah seorang sosok teolog, pemikir, pemimpin, penggerak, pejuang di Indonesia dalam berbagai agenda penanaman dan penumbuhan kualitas pemikiran, pelayanan, dan pergerakan oikumene, nasionalisme, sosialisme, dan humanisme. SAE. Nababan bergaul, bersahabat, bekerjasama dengan berbagai kalangan, elemen, komunitas, lintas, jaringan domestik lokal dan nasional serta kawasan regional dan internasional. 

Pergaulan, persahabatan, dan kerjasama tersebut tidak datang hadir dengan sendirinya, dan juga tidak berdiri sendiri. Ada titik-titik dan simpul-simpul doktrinal yang secara ideologisasi berjumpa dan diperjumpakan ; bertemu dan dipertemukan ; berdialog, bekerja, bergerak di atmosfir dan cakrawala Negara Pancasila. Atmosfir dan cakrawala tersebut dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berfalsafah dan berideologi Pancasila berdasarkan konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian Negara Pancasila yang berdaulat, kuat, luas, besar, adil, demokratis, damai, makmur, sejahtera di tengah-tengah masyarakat dan bangsa yang berbhinneka tunggal ika. Lagi pula yang yang inklusif, moderat, toleran, egaliter, dan solidet. Sosok SAE. Nababan membangun pergaulan dan persahabatan yang terbuka dan terarah dengan berbagai lintas, tingkatan, dan ruang, dengan saling melengkapi dan menguati. 

Inilah anatomi dan konfigurasi dari watak nasionalisme, sosialisme, dan humanisme yang menyinari dan menerangi spritualitas SAE. Nababan. Seorang Pemikir, Pelayan, Pemimpin, dan Penggerak yang memiliki amat banyak kelebihan, kekuatan, kemampuan, kematangan, kebaikan, kebajikan, dan keadaban. Tentu sebagai manusia biasa, juga tidak terlepas dari kekurangan, kelemahan, kesalahan, dan kekhilafan. Sosok SAE. Nababan, telah wafat dipanggil dan kembali kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, pada hari Sabtu, 8 Mei 2021, dalam usia 88 tahun, di Jakarta. Disemayamkan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, di Graha Oikumene PGI, Jakarta, dan di rumah kediaman SAE. Nababan, di Jakarta. Diberangkatkan ke Sumut, untuk selanjutnya dimakamkan, pada hari Selasa, tanggal 11 Mei 2021.

Ada sejumlah pelayat yang datang menghadiri Upacara Penghormatan dan Ibadah Pelepasan SAE. Nababan, yang diselenggarakan di Graha Oikumene. Dihadiri atau diikuti juga secara online virtual oleh Pimpinan dan jajaran Presiden (Presidium) beserta Sekretaris Jenderal (Eksekuif) Dewan Gereja-gereja Asia ; Pimpinan dan jajaran Presiden (Presidium) besera Sekretaris Jenderal (Eksekutif) Dewan Gereja-gereja Se-Dunia. Penulis secara khusus datang menghadiri dan termasuk salah seorang di antara para pelayat yang mengikuti Upacara Penghormatan dan Ibadah Pelepasan SAE. Nababan di Graha Oikumene. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi dan memberkati Ibu Alida Lientje Lumbantobing dan Keluarga Besar yang ditinggalkan. Juga Diberi Penguatan, Penghiburan, dan Pengharapan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Selamat Jalan Ompui. Rest In Peace. Amin.


Jakarta, 12 Mei 2021

"Salam Sehat ; Salam Negara Pancasila ; Salam Membangun Indonesia Maju".

Related Posts:

PGLII: USUT TUNTAS KASUS PEMBUNUHAN 4 WARGA GEREJA DI DESA KALIMAGO NAPU, KECAMATAN LORE, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Lagi terjadi penyerangan dan pembunuhan terhadap 4 orang warga gereja yang tak bersalah pada hari Selasa, 11 Mei 2021, di pegunungan Petiroa, desa Kalimango Napo, Kecamatan Lore, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Karena itu PGLII menyampaikan: 

Pertama,Turut berduka atas meninggalnya 4 orang warga gereja yang tak bersalah, dan mendoakan kiranya Keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan penghiburan dari Tuhan Yesus Kristus. 

Kedua,  Meminta seluruh warga gereja di desa Kalimago, Kecamatan Lore, Kabupaten Poso, bahkan ditingkat Sulawesi Tengah untuk tetap bersikap tenang, berdoa, tetap bersatu dan menyerahkan penyelidikan kasusnya kepada pihak yang berwajib, dalam hal ini POLRI. 

Ketiga,  Mendesak Pemerintah dan khususnya POLRI untuk segera bertindak cepat, transparan, mengungkap para pelaku pembunuhan dan menindaknya sesuai dengan hukum yang berlaku, sekaligus memberikan jaminan keamanan terhadap seluruh warga di wilayah pembunuhan, agar kasus-kasus serupa tidak terulang kembali. 
Ketum PGLII
Pdt. Dr. Ronny Mandang, M.Th

Related Posts:

Rally of Hope ke-6Mantan Sekjen PBB – Ban Ki moon Mengetuai Inisiatif Masyarakat Sipil untuk Penyatuan Korea


KAIROSPOS.COM, - Seoul, Korea— Ban Ki-Moon, Sekretaris Jenderal PBB (2007-2016), menerima kepemimpinan akan Aliansi Internasional untuk Korea Bersatu. Dijuluki, “Think Tank 2022,” inisiatif ini akan menciptakan sebuah  jaringan internasional dari para ahli untuk mencari peluang baru bagi penyatuan semenanjung Korea. Pembagian Korea menjadi komunis utara dan selatan demokratis bertahan hingga tujuh dekade bahkan setelah senjata Perang Korea menjadi senyap pada bulan Juli 1953.
Ban menyebut ini sebagai "inisiatif yang sudah lama tertunda". Dia berbicara langsung di siaran internasional Rally of Hope ke-6 (ROH-6)  dari Korea pada hari Minggu, 9 Mei 2021. “Think Tank 2022 mensyaratkan visi, kepemimpinan, kerja keras dan dedikasi tanpa henti ... Ini bukanlah tugas yang sederhana,” dia mengakui.
Think Tank 2022 adalah proyek dari Universal Peace Federation, yang didirikan oleh almarhum Rev. Dr. Sun Myung Moon dan istrinya, Dr. Hak Ja Han Moon, yang saat ini memimpin Gerakan di seluruh dunia ini. Kedua pendiri UPF ini berasal dari Korea Utara. Mereka memiliki hubungan persahabatan dengan rezim di utara yang berkembang 30 tahun lalu tatkala mereka secara pribadi bertemu Kim Il Sung, pendiri dan presiden Korea Utara di Pyongyang. Ini berarti UPF ditempatkan secara ideal untuk tugas ini.
Program ROH-6 mencapai 100 jutaan penonton di 194 negara. Jangkauan Media termasuk 176 platform siaran di seluruh dunia, termasuk media cetak, elektronik dan internet, kata Dr. Yun Young Ho, pembawa acara Reli dan Sekretaris Jenderal Markas Internasional untuk sekretariat Ibu Moon.
Sebuah daftar bergengsi internasional dari para pembicara meliputi dua kepala negara aktif, dua Pemenang hadiah Nobel dan salah satu pengembang utama yang vaksin AstraZeneca COVID-19. Secara khusus, para pembicara terkemuka adalah:
H.E. Samdech Hun Sen, Perdana Menteri, Kamboja
H.E. Mohamed Bazoum, Presiden Niger
H.E. Mike Pence, Wakil Presiden Amerika Serikat (2017-2021)
Hon. Mike Pompeo, Sekretarsi Negara Amerika Serikat (2018-2021)
Hon. Mark Esper, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (2019-2021)
Hon. Ban Ki-Moon, Sekretaris Jenderal PBB (2007-2016)
H.E. José Manuel Barroso, Presiden Komisi Eropa (2004-14) (Pemenang Nobel Uni Eropa)
Hon. David Beasley, Direktur Eksekutif, Program Pangan Dunia PBB (Pemenang Nobel WFP)
Prof. Sarah Gilbert, Pengembang Vaksin Oxford

Hon. Newt Gingrich, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS (1995-1999)
Rev. Jonathan Falwell, Pendeta Senior Gereja Baptis Thomas Road
Mr. Jim Rogers, Ketua Beeland Interests, Inc.
Pada bagian penutup dari Reli itu, Dr. (Ibu) Moon muncul di panggung dan menandatangani resolusi Think Tank 2022. Beliau kemudian memukul gong yang menandai peluncuran inisiatif perdamaian baru namun tidak berbicara.
Rangkaian lima Rally of Hope yang dimulai pada Agustus 2020 dan telah membahas berbagai isu-isu seperti pandemi COVID-19, degradasi lingkungan, kemiskinan dan ketidaksetaraan, hubungan etnis dan ras, dan keamanan internasional.
UPF berfokus pada cita-cita inti dari interdependensi (saling menghormati, kerja sama, dan pengakuan atas kemanusiaan kita bersama), kemakmuran bersama (pengentasan kemiskinan ekstrim dan komitmen untuk kemajuan umat manusia), dan nilai-nilai universal (landasan bersama berbasis keimanan yang kita miliki lintas batas kebangsaan, agama, budaya, dan ras).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan di kawasan Asia Pasifik, kunjungi https://upfasia.org/ dan informasi kegiatan UPF di Indonesia, hubungi PR & Media UPF Indonesia, Charles Pindo Rumapea, SH, CMP., Email: Indonesia.prmedia@upf.org

Related Posts:

Dukacita Ketum PGI atas berpulangnya Pdt. Dr. SAE Nababan

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Gereja-gereja di Indonesia kehilangan tokoh gereja yang snagat berpengaruh dalam gerakan oikoumene, baik di kancah nasional maupun internasional, dengan berpulangnya Pdt Dr Soritua AE Nababan, LLD, sore ini, pukul 16.18, di RS Medistra, Jakarta, setelah dirawat beberapa hari akibat gangguan pernafasan.

Pdt. Nababan adalah seorang pendeta dan tokoh gereja di Indonesia, lahir pada 1933. Menempuh pendidikannya di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan lulus pada 1956 dengan gelar Sarjana Theologia. Ia mendapat beasiswa dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Heidelberg dan lulus dengan gelar Doktor Theologia pada 1963. 

Pada 1987-1998 ia menjabat sebagai Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebuah gereja beraliran Lutheran di Indonesia. Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pada 1967-1984 dan kemudian Ketua Umum MPH PGI pada 1984-1987. 

Pada Sidang Raya ke-9 Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Porto Alegre, Brasil pada tahun 2006, Almarhum  terpilih menjadi salah seorang Presiden WCC.

Almarhum meninggalkan isteri, Alida Nababan, dan 3 anak serta enam cucu.

Siaran pers diatas diaampaikan Ketum PGI Pdt. Gomar Gultom .

Related Posts:

PERAN AGAMA-AGAMA DAN KEPERCAYAAN MEMBANGUN KEADILAN , PERDAMAIAN BERBASIS INKLUSI, MODERASI, TOLERANSI

Penulis : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia)

REFORMATANEWS.COM  Jakarta - Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menerima kunjungan Penulis, di Ruang Pertemuan Menteri Agama, di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta. Kunjungan yang berlangsung, pada Rabu, tanggal 21 April 2021 ini, setelah Firman Jaya Daeli menyelesaikan sejumlah kegiatan dan kembali dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan sejumlah daerah (kota). Kegiatan pertemuan bersama dengan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya untuk mendiskusikan sejumlah perihal strategis dan mendasar. 

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, dalam berbagai kesempatan dan media, menyampaikan pemikiran penting strategis dan paradigmatif otentik mengenai posisi dan peran Negara (Pemerintah Nasional beserta jajaran), khususnya Kementerian Agama RI. Juga senantiasa meminta dukungan dan kerjasama dengan masyarakat beserta elemen dan komunitas bangsa Indonesia. Substansinya bertujuan untuk melancarkan dan menyukseskan strategi, kebijakan, program, kegiatan, aksi, dan kinerja Kementerian Agama RI, dalam rangka Membangun Indonesia Maju. Penulis menyampaikan beberapa hal pokok pemikiran mengenai institusi kelembagaan negara (Kementerian Agama RI), dalam kerangka memaknai relasi dan korelasi antara Negara dan Rakyat, yaitu : Peran Agama-Agama Dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.

Keseluruhan konstruksi dan substansi penyelenggaraan dan pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus senantiasa berdasarkan pada Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi NKRI. Juga mesti selalu berlandaskan pada konstitusi NKRI yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Dalam UUD NRI Tahun 1945 telah dirumuskan dan diamanatkan sejumlah hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Juga sejumlah tugas, tanggungjawab, dan kewajiban Negara (penyelenggara negara) untuk menjamin, melindungi, dan memastikan kualitas perwujudan dan pelaksanaan hak-hak dan kebebasan tersebut. 

Salah satu di antara beberapa hak dan kebebasan konstitusional tersebut adalah dalam hal dan dalam kaitan dengan keseluruhan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar untuk beragama dan berkepercayaan. Kemudian seluruh sistem dan pranata serta instrumen dan kebijakan terkait, yang merupakan hak dan kebebasan lanjutan yang dimiliki Rakyat bertalian dengan keberadaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut. Sehingga pada gilirannya, Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan kehidupan beragama dan berkepercayaan.

Hak-hak dan kebebasan tersebut secara normatif dan otentik konstitusional, semakin menjadi bermakna dan tambah berarti ketika diletakkan dan ditumbuhkan dalam satu tarikan nafas sejati dengan variabel terkait langsung lainnya. Intinya adalah relasinya dengan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara. Kehadiran yang nyata dan yang sejati mengenai penjaminan dan pemastian dari Negara secara etik hukum dasar tertinggi, pada dasarnya bermaksud dan bertujuan untuk melindungi dan melayani prinsip-prinsip penting penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Perihal tersebut merupakan pemakna penting yang konkrit dan otentik dari hakekat perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.

Kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut, harus senantiasa terlaksana secara utuh, memadai, dan berkelanjutan. Tentu tidak boleh terjadi destruksi dan distorsi dalam keseluruhan penyelenggaraannya, sehingga tidak boleh terjadi kekurangan dan kehilangan makna. Dengan demikian, ada relasi konstitusional dan substansial antara pengakuan dan penerimaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut dengan kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap terselenggaranya hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia.

Negara dan melalui keseluruhan kepemimpinan dan jajaran penyelenggaraan negara, berkewajiban dan bertanggungjawab sepenuhnya untuk menjamin, melindungi, dan memastikan perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan secara utuh, memadai, dan berkelanjutan, juga dengan sepenuhnya dan seutuhnya. Rakyat menjalankannya dan melaksanakannya dengan kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, dan damai tanpa campur tangan, intervensi, intimidasi, ancaman, paksaan, dan gangguan dari manapun dan oleh siapapun. 

Perspektif etik hukum dasar tertinggi dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, bermakna dan berkonsekuensi serius. Perihal tersebut pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan semua lapisan dan komunitas Rakyat manapun, tidak berhak dan tidak boleh mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, mengganggu, memaksa, mengganggu, dan merusak hak-hak dan kebebasan Rakyat dalam beragama dan berkepercayaan. Perspektif ini justru memposisikan seluruh lapisan dan antar lapisan komunitas Rakyat untuk saling mengakui, menghormati, dan menguati secara terbuka, tulus, jujur, dan otentik. Perspektif ini semakin melahirkan dan menumbuhkan spritualitas yang berbasis dan berintikan pada kelahiran dan kesuburan pemikiran, sikap, perbuatan, pergaulan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi dalam lapisan dan antar lapisan Rakyat.

Kandungan inti pemikiran ideologis dan pertimbangan amanat ketentuan konstitusional tersebut, pada dasarnya memposisikan dan mengukuhkan keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Posisi dan pengukuhan tersebut, wajib dan harus senantiasa dijamin, dilindungi, dan dipastikan oleh negara beserta keseluruhan jajaran pemimpin dan penyelenggara negara. Bahkan hak-hak dan kebebasan tersebut mesti selalu dilayani dan difasilitasi oleh Negara. Tugas dan tanggungjawab Negara melayani dan memfasilitasi tersebut, pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan Negara untuk tidak mencampuri, mengintervensi, mengatur, memaksa, dan mengganggu perihal spritualitas dan mengenai prinsip-prinsip teologis yang mendasar dari pemikiran, perwujudan, dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. 

Terminologi yang hakiki dari perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional tersebut, yaitu berintikan pada sifat personal dan transendental akan hak-hak dan kebebasan tersebut. Rakyat dari berbagai elemen apapun dan komunitas manapun, tidak memiliki otoritas politik, otiritas hukum, bahkan otoritas moral dan otoritas kultural secara teologis untuk mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, memaksa, dan mengganggu Rakyat dan warga masyarakat lainnya yang melaksanakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. 

Perihal ini terutama dalam hal dan dalam kerangka beribadah berdasarkan dan menurut agama dan kepercayaan yang dianut. Negara justru harus senantiasa hadir untuk menjamin dan memastikan perlindungan dan pelayanan terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara jangan membiarkan secara langsung ataupun secara tidak langsung  terjadinya campur tangan, intervensi, ancaman, gangguan, dan pemaksaan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara harus senantiasa hadir secara konkrit dan otentik untuk memastikan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.

Masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia memiliki falsafah, dasar, ideologi bersama yaitu Pancasila. Juga memiliki konstitusi yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Ada pesan yang tegas dan kuat secara etik moral kenegaraan dan dengan perspektif amanat ketentuan konstitusional dari UUD NRI Tahun 1945. Prinsip amanat ketentuan konstitusional sebagai Hukum Dasar Tertulis yang tertinggi dan terutama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ini adalah : bahwa ada pengakuan, penjaminan, dan perlindungan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan ; dan hak-hak dan kebebasan ini merupakan hak yang melekat dan kebebasan mendasar. Pesan ideologis dan perspektif konstitusional ini, pada gilirannya akan melatari dan mendasari adanya sistem dan kebijakan untuk mendukung dan menumbuhkan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. 

Konstruksi dan substansi dari Nilai-Nilai Pancasila merupakan kandungan otentik yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari dan di tengah-tengah kehidupan Rakyat dan Bangsa Indonesia. Nilai-Nilai Pancasila terkandung dan terjiwai di dalam keseluruhan Sila-Sila Pancasila secara utuh, memadai, dan sistemik. Pancasila merupakan falsafah, dasar, dan ideologi "penjaga, penjamin, pelindung, pengarah, penuntun" terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi pemersatu dan penguat, pada dasarnya sangat berbasis dan berorientasi pada prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi. 

Institusi kelembagaan Kementerian Agama RI merupakan representase absah dari Negara. Keberadaan dan kemanfaatannya sebagai wujud dan wajah Negara, pada dasarnya sangat berpengaruh dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kementerian Agama RI menjadi bermakna dan semakin berarti ketika keseluruhan sistem, pranata, strategi, kebijakan, kepemimpinan, jajaran sumber daya, dan kinerja kelembagaan, harus senantiasa diletakkan, diposisikan, diorganisasikan, diorientasikan, dan diperuntukkan untuk memastikan pembumian Nilai-Nilai Pancasila dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945. 

Jajaran lengkap dan segenap keseluruhan kepemimpinan dan sumber daya Kementerian Agama RI, mesti selalu berfungsi, bertugas, bekerja, dan bertanggungjawab untuk menjamin, memfasilitasi, dan memastikan perlindungan dan pelayanan perihal perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Intinya yaitu dalam hal, konteks, dan kerangka beragama dan berkepercayaan. Keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bukan "pemberian", dan juga bukan "kado dan hadiah", melainkan hak-hak yang melekat dan kebebasan yang mendasar. Sungguh amat personal dan transendental. Dengan demikian, harus senantiasa dijaga dan dirawat kualitasnya dan spritualitasnya.

Keseluruhan konstruksi dan substansi pengorganisasian dan pemajuan Kementerian Agama RI, sebaiknya dan seharusnya berbasis kuat dan berdiri tegak pada kawasan Pancasila dan ranah UUD NRI Tahun 1945. Terutama dan terpenting pada kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat yang utuh dan bulat dengan jujur, tulus, tegas, teguh, dan secara konsisten untuk menegakkan dan mengembangkan perihal yang prinsipil. Kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat tersebut, yaitu dalam konteks dan dalam kerangka untuk mentradisikan dan membudayakan prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi yang solider dan egaliter dengan semboyan etos semangat keragaman dan kemajemukan (Bhinneka Tunggal Ika) di tengah-tengah kehidupan Rakyat dalam wadah NKRI. 

Perspektif ideologis konstitusional di atas, pada dasarnya dan pada gilirannya memastikan Kementerian Agama RI, harus senantiasa berada, berdiri, berjalan, dan bergerak dinamis dan strategis. Intinya yaitu terletak dan terfokus pada pembangunan lingkaran dan lingkungan atmosfir yang kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, sejuk, dan damai. Perihal ini untuk memperkuat dan mempermudah penjaminan, perlindungan, pelayanan, dan pemastian bagi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Juga pembangunan atmosfir beragama dan berkepercayaan di dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang inklusi, moderasi, dan toleransi dengan solider dan egaliter bernilai tulus dan tinggi.

Narasi dan investasi keseluruhan doktrin, strategi, kebijakan, program, aksi, kegiatan, dan kinerja kepemimpinan beserta segenap pranata sumber daya dan jajaran Kementerian Agama RI, harus dan wajib diabdikan bagi keluhuran dan kemuliaan yang tinggi dan sejati. Juga bagi kebajikan dan keadaban kemanusiaan, keutuhan ciptaan, dan kerakyatan. Tentu juga bagi peradaban dan pemajuan kebangsaan dan kenegaraan Nusantara Indonesia Raya. Kualitas prestasi keberhasilan dan kemajuan sebuah kelembagaan, pada dasarnya dipengaruhi dan ditentukan oleh sejumlah variabel langsung maupun tidak langsung. Salah satu di antaranya yang terpenting dan berpengaruh langsung adalah variabel kepemimpinan pucuk dan puncak dari kelembagaan tersebut. Ada relasi dan korelasi antara kelembagaan dengan kepemimpinan. Demikian juga dalam konteks relasi dan korelasi antara kelembagaan Kementetian Agama RI dengan kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.

Integritas, kredibilitas, kualitas, profesionalitas, dan kapasitas kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya menjadi dan merupakan simbol konkrit dan otentik yang melambangkan dan dapat mengarahkan dan membumikan keseluruhan pemikiran dan pengharapan di atas. Figur Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, memiliki potensi kepribadian dan bobot kepemimpinan yang kuat, kokoh, tegas, teguh, teduh, sederhana, dan firm ; memiliki modal sosial dan kultural yang luas dan mumpuni serta memiliki jejaring kerakyatan, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang memadai ; memiliki kekuatan massa dan dukungan politik yang kuat secara terstruktur dan masif ; memiliki perjalanan dan pengalaman yang beragam dinamis dan kompleks ; memiliki pemikiran dan pergaulan yang inklusif, moderat, dan toleran. Juga senantiasa memaknai pergumulan, peluang dan tantangan untuk membumikan falsafah, dasar, dan ideologi Pancasila.

Rakyat, Bangsa, dan Negara Indonesia secara bersama-sama dan dengan bergotongroyong memastikan kemajuan kinerja kelembagaan dan kepemimpinan Kementerian Agama RI. Juga optimis dan berpengharapan kepada Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas untuk memimpin kelembagaan Kementerian Agama RI, menjadi sebuah dan merupakan serangkaian "perwakilan dan wajah" Negara yang sosiologis dan humanis. Kemudian yang selalu dan sejatinya setia dan taat menjamin, melindungi, melayani, dan memfasilitasi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Kementerian Agama RI di bawah kepemimpinan Menteri Yaqut Cholil Qoumas, semoga semakin mengalami reformasi dan transformasi secara mendasar dan menyeluruh. Kemudian bahtera kelembagaan strategis, berpengaruh, dan menentukan ini, berkemauan kuat dan bertekad bulat untuk menunaikan tugas dan tanggungjawab dalam kerangka Peran Agama-Agama dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.


Jakarta, 2 Mei 2021

"Salam Sehat Dan Sukses Selalu ; Salam Kemanusiaan ; Salam Kerakyatan, Kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia Maju"

Related Posts:

Peran Agama-Agama Dan Kepercayaan Membangun Keadilan & Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi

Penulis : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia)

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menerima kunjungan Penulis, di Ruang Pertemuan Menteri Agama, di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta. Kunjungan yang berlangsung, pada Rabu, tanggal 21 April 2021 ini, setelah Firman Jaya Daeli menyelesaikan sejumlah kegiatan dan kembali dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan sejumlah daerah (kota). Kegiatan pertemuan bersama dengan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya untuk mendiskusikan sejumlah perihal strategis dan mendasar. 

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, dalam berbagai kesempatan dan media, menyampaikan pemikiran penting strategis dan paradigmatif otentik mengenai posisi dan peran Negara (Pemerintah Nasional beserta jajaran), khususnya Kementerian Agama RI. Juga senantiasa meminta dukungan dan kerjasama dengan masyarakat beserta elemen dan komunitas bangsa Indonesia. Substansinya bertujuan untuk melancarkan dan menyukseskan strategi, kebijakan, program, kegiatan, aksi, dan kinerja Kementerian Agama RI, dalam rangka Membangun Indonesia Maju. Penulis menyampaikan beberapa hal pokok pemikiran mengenai institusi kelembagaan negara (Kementerian Agama RI), dalam kerangka memaknai relasi dan korelasi antara Negara dan Rakyat, yaitu : Peran Agama-Agama Dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.

Keseluruhan konstruksi dan substansi penyelenggaraan dan pengelolaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus senantiasa berdasarkan pada Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi NKRI. Juga mesti selalu berlandaskan pada konstitusi NKRI yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Dalam UUD NRI Tahun 1945 telah dirumuskan dan diamanatkan sejumlah hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Juga sejumlah tugas, tanggungjawab, dan kewajiban Negara (penyelenggara negara) untuk menjamin, melindungi, dan memastikan kualitas perwujudan dan pelaksanaan hak-hak dan kebebasan tersebut. 

Salah satu di antara beberapa hak dan kebebasan konstitusional tersebut adalah dalam hal dan dalam kaitan dengan keseluruhan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar untuk beragama dan berkepercayaan. Kemudian seluruh sistem dan pranata serta instrumen dan kebijakan terkait, yang merupakan hak dan kebebasan lanjutan yang dimiliki Rakyat bertalian dengan keberadaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut. Sehingga pada gilirannya, Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan kehidupan beragama dan berkepercayaan.

Hak-hak dan kebebasan tersebut secara normatif dan otentik konstitusional, semakin menjadi bermakna dan tambah berarti ketika diletakkan dan ditumbuhkan dalam satu tarikan nafas sejati dengan variabel terkait langsung lainnya. Intinya adalah relasinya dengan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara. Kehadiran yang nyata dan yang sejati mengenai penjaminan dan pemastian dari Negara secara etik hukum dasar tertinggi, pada dasarnya bermaksud dan bertujuan untuk melindungi dan melayani prinsip-prinsip penting penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Perihal tersebut merupakan pemakna penting yang konkrit dan otentik dari hakekat perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.

Kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut, harus senantiasa terlaksana secara utuh, memadai, dan berkelanjutan. Tentu tidak boleh terjadi destruksi dan distorsi dalam keseluruhan penyelenggaraannya, sehingga tidak boleh terjadi kekurangan dan kehilangan makna. Dengan demikian, ada relasi konstitusional dan substansial antara pengakuan dan penerimaan atas hak-hak dan kebebasan tersebut dengan kualitas penjaminan, perlindungan, dan pelayanan Negara terhadap terselenggaranya hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan di Indonesia.

Negara dan melalui keseluruhan kepemimpinan dan jajaran penyelenggaraan negara, berkewajiban dan bertanggungjawab sepenuhnya untuk menjamin, melindungi, dan memastikan perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak melekat dan kebebasan mendasar Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Rakyat berhak dan memiliki kebebasan untuk mewujudkan dan menyelenggarakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan secara utuh, memadai, dan berkelanjutan, juga dengan sepenuhnya dan seutuhnya. Rakyat menjalankannya dan melaksanakannya dengan kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, dan damai tanpa campur tangan, intervensi, intimidasi, ancaman, paksaan, dan gangguan dari manapun dan oleh siapapun. 

Perspektif etik hukum dasar tertinggi dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, bermakna dan berkonsekuensi serius. Perihal tersebut pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan semua lapisan dan komunitas Rakyat manapun, tidak berhak dan tidak boleh mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, mengganggu, memaksa, mengganggu, dan merusak hak-hak dan kebebasan Rakyat dalam beragama dan berkepercayaan. Perspektif ini justru memposisikan seluruh lapisan dan antar lapisan komunitas Rakyat untuk saling mengakui, menghormati, dan menguati secara terbuka, tulus, jujur, dan otentik. Perspektif ini semakin melahirkan dan menumbuhkan spritualitas yang berbasis dan berintikan pada kelahiran dan kesuburan pemikiran, sikap, perbuatan, pergaulan, dan perilaku yang inklusi, moderasi, dan toleransi dalam lapisan dan antar lapisan Rakyat.

Kandungan inti pemikiran ideologis dan pertimbangan amanat ketentuan konstitusional tersebut, pada dasarnya memposisikan dan mengukuhkan keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Posisi dan pengukuhan tersebut, wajib dan harus senantiasa dijamin, dilindungi, dan dipastikan oleh negara beserta keseluruhan jajaran pemimpin dan penyelenggara negara. Bahkan hak-hak dan kebebasan tersebut mesti selalu dilayani dan difasilitasi oleh Negara. Tugas dan tanggungjawab Negara melayani dan memfasilitasi tersebut, pada gilirannya mengharuskan dan mewajibkan Negara untuk tidak mencampuri, mengintervensi, mengatur, memaksa, dan mengganggu perihal spritualitas dan mengenai prinsip-prinsip teologis yang mendasar dari pemikiran, perwujudan, dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. 

Terminologi yang hakiki dari perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional tersebut, yaitu berintikan pada sifat personal dan transendental akan hak-hak dan kebebasan tersebut. Rakyat dari berbagai elemen apapun dan komunitas manapun, tidak memiliki otoritas politik, otiritas hukum, bahkan otoritas moral dan otoritas kultural secara teologis untuk mencampuri, mengintervensi, mengintimidasi, mengancam, mengatur, memaksa, dan mengganggu Rakyat dan warga masyarakat lainnya yang melaksanakan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. 

Perihal ini terutama dalam hal dan dalam kerangka beribadah berdasarkan dan menurut agama dan kepercayaan yang dianut. Negara justru harus senantiasa hadir untuk menjamin dan memastikan perlindungan dan pelayanan terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara jangan membiarkan secara langsung ataupun secara tidak langsung  terjadinya campur tangan, intervensi, ancaman, gangguan, dan pemaksaan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut. Negara harus senantiasa hadir secara konkrit dan otentik untuk memastikan adanya penjaminan, perlindungan, dan pelayanan terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan tersebut.

Masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia memiliki falsafah, dasar, ideologi bersama yaitu Pancasila. Juga memiliki konstitusi yaitu UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Ada pesan yang tegas dan kuat secara etik moral kenegaraan dan dengan perspektif amanat ketentuan konstitusional dari UUD NRI Tahun 1945. Prinsip amanat ketentuan konstitusional sebagai Hukum Dasar Tertulis yang tertinggi dan terutama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia ini adalah : bahwa ada pengakuan, penjaminan, dan perlindungan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan ; dan hak-hak dan kebebasan ini merupakan hak yang melekat dan kebebasan mendasar. Pesan ideologis dan perspektif konstitusional ini, pada gilirannya akan melatari dan mendasari adanya sistem dan kebijakan untuk mendukung dan menumbuhkan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. 
Konstruksi dan substansi dari Nilai-Nilai Pancasila merupakan kandungan otentik yang lahir, tumbuh, dan berkembang dari dan di tengah-tengah kehidupan Rakyat dan Bangsa Indonesia. Nilai-Nilai Pancasila terkandung dan terjiwai di dalam keseluruhan Sila-Sila Pancasila secara utuh, memadai, dan sistemik. Pancasila merupakan falsafah, dasar, dan ideologi "penjaga, penjamin, pelindung, pengarah, penuntun" terhadap perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Pancasila sebagai falsafah, dasar, dan ideologi pemersatu dan penguat, pada dasarnya sangat berbasis dan berorientasi pada prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi. 

Institusi kelembagaan Kementerian Agama RI merupakan representase absah dari Negara. Keberadaan dan kemanfaatannya sebagai wujud dan wajah Negara, pada dasarnya sangat berpengaruh dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kementerian Agama RI menjadi bermakna dan semakin berarti ketika keseluruhan sistem, pranata, strategi, kebijakan, kepemimpinan, jajaran sumber daya, dan kinerja kelembagaan, harus senantiasa diletakkan, diposisikan, diorganisasikan, diorientasikan, dan diperuntukkan untuk memastikan pembumian Nilai-Nilai Pancasila dan amanat ketentuan konstitusi UUD NRI Tahun 1945. 

Jajaran lengkap dan segenap keseluruhan kepemimpinan dan sumber daya Kementerian Agama RI, mesti selalu berfungsi, bertugas, bekerja, dan bertanggungjawab untuk menjamin, memfasilitasi, dan memastikan perlindungan dan pelayanan perihal perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan konstitusional Rakyat. Intinya yaitu dalam hal, konteks, dan kerangka beragama dan berkepercayaan. Keberadaan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bukan "pemberian", dan juga bukan "kado dan hadiah", melainkan hak-hak yang melekat dan kebebasan yang mendasar. Sungguh amat personal dan transendental. Dengan demikian, harus senantiasa dijaga dan dirawat kualitasnya dan spritualitasnya.

Keseluruhan konstruksi dan substansi pengorganisasian dan pemajuan Kementerian Agama RI, sebaiknya dan seharusnya berbasis kuat dan berdiri tegak pada kawasan Pancasila dan ranah UUD NRI Tahun 1945. Terutama dan terpenting pada kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat yang utuh dan bulat dengan jujur, tulus, tegas, teguh, dan secara konsisten untuk menegakkan dan mengembangkan perihal yang prinsipil. Kualitas pelaksanaan tugas panggilan pengabdian dan tekad kemauan kuat tersebut, yaitu dalam konteks dan dalam kerangka untuk mentradisikan dan membudayakan prinsip-prinsip inklusi, moderasi, dan toleransi yang solider dan egaliter dengan semboyan etos semangat keragaman dan kemajemukan (Bhinneka Tunggal Ika) di tengah-tengah kehidupan Rakyat dalam wadah NKRI. 

Perspektif ideologis konstitusional di atas, pada dasarnya dan pada gilirannya memastikan Kementerian Agama RI, harus senantiasa berada, berdiri, berjalan, dan bergerak dinamis dan strategis. Intinya yaitu terletak dan terfokus pada pembangunan lingkaran dan lingkungan atmosfir yang kondusif, aman, nyaman, tenang, teduh, sejuk, dan damai. Perihal ini untuk memperkuat dan mempermudah penjaminan, perlindungan, pelayanan, dan pemastian bagi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan Rakyat untuk beragama dan berkepercayaan. Juga pembangunan atmosfir beragama dan berkepercayaan di dalam masyarakat, bangsa, dan negara yang inklusi, moderasi, dan toleransi dengan solider dan egaliter bernilai tulus dan tinggi.

Narasi dan investasi keseluruhan doktrin, strategi, kebijakan, program, aksi, kegiatan, dan kinerja kepemimpinan beserta segenap pranata sumber daya dan jajaran Kementerian Agama RI, harus dan wajib diabdikan bagi keluhuran dan kemuliaan yang tinggi dan sejati. Juga bagi kebajikan dan keadaban kemanusiaan, keutuhan ciptaan, dan kerakyatan. Tentu juga bagi peradaban dan pemajuan kebangsaan dan kenegaraan Nusantara Indonesia Raya. Kualitas prestasi keberhasilan dan kemajuan sebuah kelembagaan, pada dasarnya dipengaruhi dan ditentukan oleh sejumlah variabel langsung maupun tidak langsung. Salah satu di antaranya yang terpenting dan berpengaruh langsung adalah variabel kepemimpinan pucuk dan puncak dari kelembagaan tersebut. Ada relasi dan korelasi antara kelembagaan dengan kepemimpinan. Demikian juga dalam konteks relasi dan korelasi antara kelembagaan Kementetian Agama RI dengan kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas.

Integritas, kredibilitas, kualitas, profesionalitas, dan kapasitas kepemimpinan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, pada dasarnya menjadi dan merupakan simbol konkrit dan otentik yang melambangkan dan dapat mengarahkan dan membumikan keseluruhan pemikiran dan pengharapan di atas. Figur Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, memiliki potensi kepribadian dan bobot kepemimpinan yang kuat, kokoh, tegas, teguh, teduh, sederhana, dan firm ; memiliki modal sosial dan kultural yang luas dan mumpuni serta memiliki jejaring kerakyatan, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang memadai ; memiliki kekuatan massa dan dukungan politik yang kuat secara terstruktur dan masif ; memiliki perjalanan dan pengalaman yang beragam dinamis dan kompleks ; memiliki pemikiran dan pergaulan yang inklusif, moderat, dan toleran. Juga senantiasa memaknai pergumulan, peluang dan tantangan untuk membumikan falsafah, dasar, dan ideologi Pancasila.

Rakyat, Bangsa, dan Negara Indonesia secara bersama-sama dan dengan bergotongroyong memastikan kemajuan kinerja kelembagaan dan kepemimpinan Kementerian Agama RI. Juga optimis dan berpengharapan kepada Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas untuk memimpin kelembagaan Kementerian Agama RI, menjadi sebuah dan merupakan serangkaian "perwakilan dan wajah" Negara yang sosiologis dan humanis. Kemudian yang selalu dan sejatinya setia dan taat menjamin, melindungi, melayani, dan memfasilitasi perwujudan dan penyelenggaraan hak-hak dan kebebasan beragama dan berkepercayaan. Kementerian Agama RI di bawah kepemimpinan Menteri Yaqut Cholil Qoumas, semoga semakin mengalami reformasi dan transformasi secara mendasar dan menyeluruh. Kemudian bahtera kelembagaan strategis, berpengaruh, dan menentukan ini, berkemauan kuat dan bertekad bulat untuk menunaikan tugas dan tanggungjawab dalam kerangka Peran Agama-Agama dan Kepercayaan Membangun Keadilan dan Perdamaian Berbasis Inklusi, Moderasi, Toleransi.


Jakarta, 2 Mei 2021

"Salam Sehat Dan Sukses Selalu ; Salam Kemanusiaan ; Salam Kerakyatan, Kebangsaan dan Kenegaraan Indonesia Maju"

Related Posts:

Kebermaknaan Jawa Timur Dalam Pembangunan Indonesia Maju Dan Penguatan NKRI Berideologi Pancasila

Penulis : Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia)
KAIROSPOS.COM - Penulis mengunjungi Jawa Timur (Jatim), dan khususnya sejumlah daerah (kota) di wilayah Jatim, dalam beberapa hari, pada bulan April dan Mei 2021. Ada sejumlah kegiatan yang dihadiri, dilaksanakan, dan diselesaikan selama perkunjungan. Salah satu kegiatan adalah ketika pertemuan diskusi berlangsung di kawasan Malang Raya, yaitu bersama dengan pimpinan salah satu Perguruan Tinggi ; dengan sejumlah akademisi/intelektual/ilmuwan ; juga pertemuan dengan Guru Besar. Pertemuan diskusi berintikan pada pengembangan akademik dan keilmuan bagi pemajuan Indonesia. 

Kerangka umum dan konten dasar pertemuan diskusi, bermaterikan mengenai pengembangan kualitas manusia dan sumber daya, dan pemantapan sekaligus pembumian Nilai-Nilai ideologi Pancasila serta kedaulatan bangsa dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kegiatan lain dalam perkunjungan di Jatim, berkaitan juga dengan sejumlah agenda sosial, budaya, ekonomi, keamanan, hukum, SDM, kemasyarakatan, kebangsaan, pembangunan daerah, dan lain-lain. Bertemu dan berdiskusi bersama dengan sejumlah elemen pergerakan civil society, pemuda dan mahasiswa, dengan media, dengan simpul dan sentra penelitian, pendidikan, kebudayaan. 

Penulis bertemu dengan Kapolda Jatim Irjen Pol. Nico Afinta, Selasa, 4 Mei 2021, di gedung Polda, Surabaya, Jatim. Penulis dan Kapolda Jatim berdiskusi secara garis besar dengan singkat mengenai situasi dan stabilitas keamanan ; sistem dan kondisi pelayanan ; keadaan dan perkembangan penegakan hukum dalam kerangka pembangunan Indonesia Maju. Penulis yang juga mantan Komisi Politik dan Hukum DPR-RI dan Tim Perumus UU Pertahanan Negara, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU Kehakiman, UU Pemerintahan Daerah, bertemu dan berdiskusi dalam kesempatan yang berbeda, bersama dengan mantan Kepala BNN Provinsi Jatim Brigjen Pol. Purn. Idris Kadir. 
Kebetulan Brigjen Pol. Purn. Idris Kadir adalah Perwira Siswa (Pasis) berpangkat Kompol saat mengikuti Pendidikan Reguler Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Dikreg Sespimmen) Lemdiklat Polri, tahun 2002, yang ketika itu Firman Jaya Daeli diundang oleh Kapolri dan Kepala Sespim Lemdiklat Polri untuk berceramah sebagai Dosen Tamu. Figur Brigjen Pol. Purn. Idris Kadir saat itu satu angkatan dengan, antara lain : mantan Kapolri Jenderal Pol. Purn. Idham Azis, Wakil Kapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono, Kepala BNPT-RI Komjen Pol. Boy Rafli Amar, Kepala BNN-RI Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose, Kepala Baintelkam Polri Komjen Pol. Paulus Waterpauw, Wakil Kepala BSSN-RI Komjen Pol. Dharma Pongrekun, Kepala Lemdiklat Polri Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel, Sekretaris Utama BIN-RI Komjen Pol. Bambang Sunarwibowo, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Komjen Pol. Purn. Antam Novambar, dan lain-lain. 

Sehari sebelumnya, Penulis mengunjungi Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair). Juga setelah itu, Penulis bertemu dan berdiskusi lama bersama dengan akademisi, intelektual, dan cendekiawan terkemuka : Prof. Dr. Hotman Siahaan (Guru Besar Unair). Bertemu dan berdiskusi dalam kesempatan lain bersama dengan Ketua DPRD Provinsi Jatim Kusnadi, di ruang kerja Ketua DPRD, gedung DPRD Jatim, di Surabaya, Jatim. Beberapa hari sebelumnya, Penulis bertemu dan berdiskusi bersama dengan Wakil Walikota Surabaya Armuji, yang berintikan pada posisi dan relasi Kota Surabaya dengan agenda pembangunan dan pemajuan daerah. Penulis sebagai Ketua Dewan Pembina Forum Kebangsaan Jatim bertemu dan berdiskusi juga bersama dengan komunitas dan jajaran Forum Kebangsaan Jatim (FKJ).

Kualitas NKRI berdiri tegak dan bergerak kuat secara demokratis dan humanis ketika mengandung dan berbasis pada sejumlah variabel terpenting dan berpengaruh. Salah satu di antaranya adalah variabel kualitas otonomi daerah. Juga variabel profesionalitas dan ideologitas kemanusiaan, kerakyatan, kebangsaan, dan kenegaraan dari penyelenggara negara di daerah-daerah. Kualitas, profesionalitas, dan ideologitas tersebut tentu harus senantiasa pada posisi untuk menumbuhkan dan meningkatkan bobot pelayanan publik dan pergerakan ekonomi di daerah secara maksimal dan optimum.

NKRI menjadi semakin utuh, kukuh, dan kuat secara demokratis dan humanis manakala keberadaannya dan kemajuannya merefleksikan dan menunjukkan kenyataan yang semakin berarti. Ada kebangkitan pembangunan daerah dan kebangkitan pengembangan masyarakat yang memiliki nilai tambah positif bagi kemanusiaan, keutuhan ciptaan, dan kerakyatan di daerah-daerah. Perspektif pemikiran dan doktrin ideologis dari NKRI tersebut di atas, akan semakin mengarahkan dan menguatkan paket politik kebijakan dan agenda kinerja kegiatan terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemajuan otonomi daerah dalam wadah dan bentuk NKRI yang berdaulat, kuat, demokratis, egaliter, solider, adil, makmur, dan sejahtera. 

Komitmen kuat dan tekad bulat bersama masyarakat dan bangsa Indonesia untuk membangun dan memajukan daerah-daerah adalah tanggapan simbolik dan jawaban konkrit terhadap penguatan NKRI dan pembangunan Indonesia Maju. Dengan demikian, kualitas otonomi daerah yang berbasis pada kemajuan daerah-daerah otonom, dan juga profesionalitas dan ideologitas penyelenggara negara yang berbasis pada pelayanan dan pengabdian, pada gilirannya menjadi penting, berpengaruh, dan menentukan. Ada sejumlah daerah otonom di Indonesia dalam format sistem ketatanegaraan konstitusional, yang bertaraf setingkat provinsi, kabupaten dan kota. Kehadiran dan kebangkitan daerah-daerah tersebut sangat berpengaruh dan menentukan secara demokratis dan strategis terhadap kemajuan Indonesia. 

Keberadaan dan kemajuan provinsi-provinsi di Indonesia dari aspek pemikiran dan pertimbangan sosiologis, ekonomis, historis, dan politis, pada dasarnya memiliki posisi strategis mendasar dan peran penting menentukan terhadap NKRI. Relevansi strategi dasar dan kebijakan makro penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan nasional, menjadi sebuah dan serangkaian simpul strategis berpengaruh. Terutama menjadi dan merupakan pengarah, pemandu, pengendali tunggal dan otoritatif bagi daerah-daerah (provinsi). Salah satu daerah provinsi di Indonesia adalah Jawa Timur (Jatim). Daerah Jatim adalah sebuah daerah otonom tingkat provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Juga merupakan kawasan yang memiliki posisi strategis dan peran berpengaruh apabila diletakkan dan ditumbuhkan dari sejumlah perspektif pemikiran dan pertimbangan. 

Provinsi Jatim memiliki daerah otonom tingkat kabupaten dan kota yang terbanyak jumlahnya di Indonesia. Bahkan memiliki tingkat struktur pelayanan pemerintahan tingkat otonom di bawah kabupaten dan kota, dalam jumlah yang terbanyak. Demikian juga kuantitas dan prosentase institusi pelayanan pemerintahan tingkat vertikal berikut strukturnya yang berada di Jatim, juga tergolong yang terbanyak jumlahnya. Keberadaan keanggotaan dalam wujud kepegawaian atau aparatur  pelayanan pemerintahan, dalam jumlah yang terbanyak. Pemetaan ini tentu merefleksikan dan mengakibatkan berbagai perihal kegiatan pergerakan dan pelayanan yang strategis dan dinamis di Jatim. 

Pemetaan struktur, kultur, instrumen materi demografi yang kuat, beragam, dan potensial semakin mengukuhkan Jatim sebagai kawasan penting dan strategis. Sosiologi kemasyarakatan dan sosiologi dari institusi pemerintahan otonom dan vertikal beserta unit pelayanan, yang berada dan bergerak di Jatim, juga semakin menumbuhkan pembangunan dan pemajuan Jatim. Ada pergerakan dan pertumbuhan berbagai jasa pelayanan, perekonomian, investasi, industri, produksi, distribusi, transportasi, keuangan, UMKM dan koperasi, infrastrukrurisasi, dan lain-lain. Perspektif aspek geografi posisi letak dan geopolitik kawasan serta aspek historisitas, merupakan dan menjadi pemakna lain yang strategis dan berpengaruh yang melekat dan dimiliki Jatim.

Tentu masih ada lagi sejumlah sisi potensi, modal, dan kekuatan Jatim yang diperuntukkan dan diorientasikan bagi kebangkitan dan kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Berbagai perihal tersebut di atas, pada dasarnya mempersyaratkan atau memprasyarati adanya faktor-faktor mutlak dan standar untuk mengkondisikan, mendukung, mengoptimalkan, dan memaksimalkan sejumlah kegiatan. Ada kegiatan pengorganisasian, penyelenggaraan, penataan, pengelolaan, dan penggerakan yang dimiliki potensi, modal, dan kekuatan yang dimiliki. 

Kualitas sistem keamanan dan stabilitas keamanan mesti selalu terbangun secara kondusif dan efektif. Kualitas peningkatan, pemudahan, dan percepatan perlindungan, pelayanan, dan pengayoman publik, harus senantiasa tumbuh dan dibudayakan. Kualitas dan profesionalitas penegakan hukum, tentu berjalan menuju supremasi hukum untuk mendukung dan mendorong kemajuan pelayanan publik, pergerakan dan pertumbuhan ekonomi dan sentra-sentra dan simpul-simpul ekonomi secara keseluruhan. Dalam kerangka pemahaman dan pengharapan tersebut maka posisi penting dan peran berarti dari institusi dan jajaran Polri bersama dengan institusi TNI beserta jajaran terkait lainnya, menjadi relevan, berpengaruh, dan menentukan.

Penulis dalam berbagai pertemuan dan diskusi bersama dengan beberapa Kapolda Jatim yang sebelum ini dan yang kini menjabat (Irjen Pol. Nico Afinta). Spritualitas atau jiwa semangat pertemuan diskusi tersebut, pada gilirannya Penulis mendapati pemberitahuan dan pengetahuan serta mengetahui informasi dan realisasi dari kinerja dan kepemimpinan Kapolda dan segenap jajaran Polri. Intinya adalah kinerja dan kepemimpinan satuan wilayah Polri dan satuan kerja telah bertugas, bekerja, dan bergerak pada posisi mendukung dan mendorong sepenuhnya pembangunan Jatim dan pemajuan Indonesia. Kapolda Jatim Irjen Pol. Nico Afinta, sebelum dan selama ini memiliki kualitas kinerja dan kepemimpinan yang berhasil dan berprestasi berdasarkan karir jabatan dan tugas yang dijalankan. Juga rekam jejak positif cemerlang serta jalur dan jenjang pengalaman yang luas, dinamis, kompleks, dan memadai. Menjalani dan mendalami sejumlah pendidikan dan pelatihan internal dan eksternal secara nasional (dalam negeri) dan internasional (luar negeri).

Kapolda Jatim Irjen Pol. Nico Afinta, beberapa tahun sebelum ini, adalah Perwira Siswa (Pasis) berpangkat Kombes Polisi, mengikuti Pendidikan Reguler Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Dikreg Sespimti) Lemdiklat Polri, yang ketika itu Firman Jaya Daeli diundang oleh Kapolri dan Kepala Sespim Lemdiklat Polri untuk berceramah sebagai Dosen Tamu. Figur Irjen Pol. Nico Afinta merupakan Pasis Dikreg Sespimti Lendiklat Polri, yang saat itu satu angkatan dengan, antara lain : Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Kejaksaan Agung RI Sunarta (Pasis Tamu), Asisten Perencanaan (Asrena) Kapolri Irjen Pol. Wahyu Hadiningrat, dan lain-lain. Pasis Dikreg Sespimti Lemdiklat Polri ini adalah persyaratan standar sebagai pendidikan reguler bagi calon-calon jenderal (perwira tinggi) Polri yang tergolong level kategori pimpinan tinggi.

Jajaran Polri (Polda Jatim) di bawah kepemimpinan Kapolda Jatim Irjen Pol. Nico Afinta, dan juga bersama dengan masyarakat, segenap jajaran TNI, Forkompimda, dan seluruh jajaran institusi terkait di Jatim, sudah dan senantiasa bergotongroyong melakukan dan mendukung kebijakan dan agenda percepatan pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19. Juga bergotongroyong melakukan dan mendukung kebijakan mendasar dan agenda terfokus pemulihan ekonomi regional. Kapolda Jatim beserta segenap jajaran Polda bekerjasama dengan institusi terkait lainnya sudah mengantisipasi dan menginisiasi sejumlah hal penting dan mendesak demi untuk keamanan, kemudahan, dan kelancaran kegiatan masyarakat terutama dalam rangka Puasa selama Bulan Suci Ramadhan dan juga dalam rangka perayaan Lebaran di Jatim. 

Jajaran legislatif (DPRD Provinsi Jatim) dan Pemerintah Daerah (Kota Surabaya), juga bertugas, bekerja, dan bergerak serius pada posisi sungguh-sungguh untuk mengorganisasikan, menggerakkan, dan memajukan kota Surabaya dan provinsi Jatim. Perspektif tersebut mengemuka ketika Penulis bertemu dan berdiskusi bersama dengan Ketua DPRD Provinsi Jatim Kusnadi. Juga saat Penulis bertemu dan berdiskusi bersama dengan Wakil Walikota Surabaya Armuji. 

Orientasi pengorganisasian, penggerakan, dan pemajuan tersebut diletakkan dan diarahkan dalam kerangka dan bagi pembumian intisari "Trisakti" yang otentik dan konkrit dengan jiwa semangat zaman yang dinamis dan kompleks, serta berdasarkan falsafah, dasar, dan ideologi Pancasila. Juga bertugas dan bertanggungjawab dalam rangka mewujudkan dan meningkatkan secara Bergotongroyong kualitas keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan Indonesia Raya "Merah Putih" dalam wadah NKRI dengan semboyan dan etos semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Atmosfir pembangunan Jatim dan pemajuan Indonesia, pada dasarnya bertumbuh kuat dan berkembang pesat di atas variabel kehadiran kualitas manusia dan sumber daya yang ada dan bertugas memimpin dan melayani di berbagai unit secara serius dengan komitmen tinggi. Juga variabel kapasitas kelembagaan dan institusi-institusi pelayanan pemerintahan. Tentu pula variabel profesionalitas dan integritas kepemimpinan dan keanggotaan di berbagai satuan kerja dan satuan wilayah. Variabel dukungan tokoh-tokoh berbagai komunitas dan lintasan serta situasi, kondisi, dan perkembangan masyarakat yang semakin inklusif, responsif, kompetitif, inovatif, kreatif, produktif. 

Ada relevansi antara kualitas pendidikan, pengajaran, penelitian, dan pelatihan dengan pembangunan dan pemajuan daerah. Kebudayaan dan sistem berkebudayaan semakin bersifat kondusif terhadap percepatan pembangunan dan pemajuan daerah. Formulasi dan artikukasi pembangunan, juga bermuatan sosiologis dan humanis yang berorientasi pada peningkatan dan penguatan kualitas manusia dan sumber daya. Ada sejumlah variabel strategis dan berpengaruh lainnya terhadap pembangunan dan pemajuan Jatim. 

Ada peran penting dan menentukan dari kelembagaan negara ; institusi pemerintahan ; unit pelayanan publik dan jasa pelayanan lainnya ; jajaran politik, hukum, pertahanan, dan keamanan ; pranata kelembagaan keagamaan dan kepercayaan ; struktur, jejaring, dan massa kepartaian ; keorganisasian (organisasi kemasyarakatan, perkumpulan, yayasan), Ornop, NGO, LSM ; komunitas pebisnis, kalangan pengusaha, elemen UMKM dan Koperasi ; kalangan media massa, media publik, jurnalis ; kalangan pemimpin, penggerak, dan pekerja profesional di berbagai bidang dan satuan kerja ; pimpinan, penggerak, dan aktifis civil society, tokoh-tokoh karismatik, panutan, dan berpengaruh ; komunitas kebudayaan dan kesenian ; komunitas pendidikan, penelitian, dan pelatihan ; komunitas olahraga ; aktifis mahasiswa, pemuda, dan perempuan, dan lain-lain.

Ketika berlangsung pertemuan dialog Penulis bersama dengan komunitas dan jajaran Forum Kebangsaan Jatim (FKJ), terungkap dan terwacanakan mengenai bangunan pemikiran dan materi pengalaman relevan yang saling menguat dan memaknai dalam rangkaian utuh pembangunan dan pemajuan Provinsi Jatim. Rangkaian tersebut merupakan bagian utama dari pembangunan dan pemajuan Indonesia. Menurut Penulis yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Forum Kebangsaan Jatim (FKJ), perspektif inilah yang meletakkan dan menumbuhkan posisi dan peran dari Kebermaknaan Jawa Timur Dalam Pembangunan Indonesia Maju Dan Penguatan NKRI Berideologi Pancasila.


Jakarta, Indonesia, Rabu, 5 Mei 2021


"Salam Sehat ; Salam Kemanusiaan ; Salam Indonesia Maju"

Related Posts:

Pdt Dr Ronny Mandang Ketum PGLII tentang Kekerasan yang Tiada Henti di Papua

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Kondisi Papua kembali memanas pasca tertembaknya Brigjen TNI Putu IGP Dani NK di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak. Dengan peristiwa tersebut pihak pemerintah melalui menkopolhukam Mahfud MD menetapkan kelompok KKB sebagai teroris. Kemudian tindakan yang diambil pemerintah dengan mengirimkan pasukan ke Papua. 

Menyikapi kondisi tersebut Pdt Dr Ronny Mandang Ketua Umum Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia di depan awak media Selasa 4/5/21 di sebuah resto bilangan Cikini Jakarta Pusat, menegaskan ada tiga hal sebagai masukan pemerintah. 

Pertama, mendesak Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk segera menarik seluruh pasukan non organic dari Papua, lanjutnyanya bahwa sudah terbukti selama ini dengan hadirnya pasukan non organic ke Papua belum bisa menyelesaikan akar masalah di Papua. Belum lagi Papua bukan termasuk wilayah darurat militer, artinya pihak TNI dan Kepolisian yang ada di Papua sudah cukup untuk menjaga keamanan di sana. 

Ke dua presiden Joko Widodo sebaiknya bersedia membuka dialog kepada pimpinan gereja di Papua. Dalam hal ini PGLII mengusulkan dan sekaligus bersedia menjadi penghubung dalam dialog antara Presiden dengan pimpinan gereja di Papua. Lanjut Ronny dalam dialog ini bersifat mendengar langsung aspirasi dari tokoh-tokoh gereja di Papua  khususnya dari Persekutuan Gereja-gereja Papua dan gereja anggota PGLII. 

Terakhir terang Ronny mereka yang saat ini disebut KKB ini lebih suka kalau disebut dirinya adalah OPM bukan KKB yang selama ini di stempelkan ke mereka. Kalau usulan kenapa tokoh gereja yang mewakili dalam dialog pertama bahwa orang Papua mayoritas Kristen dan mereka sangat hormat kepada pendeta. Hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan tersendir, pendekataan melalui gereja. 

Tentang adanya stigma Papua merdeka perku dijawab dengan pendekatan khas Papua, tak perlu ada kekuatiran berlebihan karena gereja-gereja di Papua mayoritas masih memakai nama Indonesia, bagi PGLII sikapnya jelas, yakni mendorong terciptanya damai di Papua, hentikan berbagai kekerasan, hingga saat ini tak ada sedikitpun PGLII memikirkan Papua merdeka, kalaupun bersuara tentang Papua semata dikarenakan adanya tindakan yang dianggap tidak adil dan melanggar sila kelima Pancasila "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" juga bagi masyarakat asli Papua, masih sangat jauh di Papua. 

Sekali lagi Ronny berharap persoalan Papua bisa dilakukan dengan berdialog dengan hati jernih dan dalam terang Injil, agar memutus rantai kekerasan yang terjadi di pulau di ujung timur ini, tukasnya berharap

Related Posts: