AYUB KONGLOMERAT TAHAN UJI

KAIROSPOS.COM, Jakarta - Sering kita membaca dan mendengar di berbagai media bahwa seorang konglomerat atau  pengusaha sukses tiba tiba jatuh bangkrut karena bermain saham dan akhirnya bunuh diri. Bahkan di negara maju seperti  Amerikat Serikat ada wilayah kumuh ditempati oleh mantan pengusaha kaya raya jatuh miskin mereka bercampur dengan orang orang korban narkotika kondisi mereka amat memprihatinkan putus asa, suram dan menunggu ajal menjemputnya. Penulis ingin mencari keteladanan seorang pemimpin kristen yang mampu bertahan dari berbagai badai topan dunia dan Ayub salah satu prilaku yang dapat direkomendasikan menjadi keteladan dalam prilaku yang tahan uji menghadapi penderitaan,  jujur, setia, taat, tangguh, teguh kepada Allah. Karena itu Kitab Ayub mengandung amanat penting bagi kita. Amanat yang mengajarkan kepada manusia yang putus asa pada zaman ini, tentang apa yang harus dipercayai supaya mampu bertahan di tengah kemelut yang menimpanya. Ayub bukan tipe pemimpin yang pamrih selalu minta imbalan atas pekerjaan dan perbuatannya. Ayub tabah, sabar dan tangguh ketika Iblis menjatuhkannya melalui melalui harta (materi) dan penyakit kulit “Lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai batu kepalanya” (Ayub 2:7). Ayub adalah contoh teladan penderitaan, tekun dan sabar dalam proses ujian Kesalehan sehingga dapat dilaluinya.

LATAR BELAKANG AYUB
Ayub merupakan seorang tokoh Alkitab yang saleh dan jujur serta takut akan Allah yang menjauhi kejahatan, lahir di tanah Us perbatasan Irak dan Iran. Ayub memiliki tujuh anak laki-laki, tiga anak perempuan dan juga memiliki harta kekayaan yang di antaranya: tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina (Ayub 1–3), budak budak dalam jumlah yang cukup besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Iblis datang menghampiri Allah dan meminta izin untuk mencobai Ayub. Ayub kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, dan juga dihinggapi penyakit kulit, namun Ayub tetap setia kepada Tuhan walaupun Ayub mengalami penderitaan (Ayub 1:12). Ayub menjadi teladan bagi siapa pun yang taat kepada Allah. Semua cobaan yang datang kepada Ayub mampu dilewatinya karena keteguhan imannya kepada Tuhan. Kisah Ayub ini secara jelas dikisahkan dalam kitab Ayub. Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu hikmat yang membahas secara mendalam masalah universal yang penting dari umat manusia, hampir seluruh kitab ini berbentuk syair (Guinan 2001: 404-405). Kitab Ayub ini menerangkan tentang keadilan Tuhan dan penderitaan orang saleh. Kitab ini terdiri dari 42 pasal dan diperkirakan berasal dari abad ke-9 sebelum masehi. Tema sentralnya ialah keadilan Allah dan penderitaan manusia. Kitab Ayub mengandung tradisi terhadap hikmat di mana hikmat tidak menjelaskan arti penderitaan manusia dan keadilan Allah. Pada Alkitab bagian Perjanjian Lama ( PL ) kitab Ayub menurut orang Yahudi, merupakan bagian 2 ketiga yang diberi nama “Surat-surat” atau dalam bahasa Ibrani adalah Ketubim. Pada kitab Ayub pasal 35:1 Elihu mengingatkan Ayub akan penderitaannya. Bahwa Allah akan selalu menyertai dan menguatkan semua manusia (Mulder 1963 : 155 ). Menurut para ahli, kitab Ayub adalah suatu prosa kuno dari bagian syair yang kemudian menjadi syair yang sangat indah. Kitab Ayub adalah secara dramatis tentang seorang yang baik dimana ia kehilangan segalanya dan diuji dengan berbagai cobaan untuk menemukan Allah dalam penderitaannya. Ia tibatiba jatuh miskin, sakit dan dijauhi oleh masyarakatnya ( Douglas 2004: 114 ). Orang Kristen menyakini bahwa kemaha kuasaan Allah itu akhirnya memilih jalan lain untuk memecahkan soal sengsara yang dituliskan dalam kitab Ayub ini, yaitu jalan yang sungguh melebihi segala akal manusia. Dalam segala aspek, pesan mendasar dari kitab Ayub adalah hikmat yang berkaitan dengan pertanyaan seperti bagaimana keterlibatan Allah di dalam penderitaan yang dialami manusia ( Douglas 2004: 115 ).

PENILAIAN Tuhan TENTANG AYUB

Kesaksian tentang kualitas diri Yub tidaklah melulu berdasarkan penilaian nalar manusia. Manusia bisa keliru memegaghkan kesalehan seseorang. Tapi Allah? Tentang Ayub, Allah sendiri berkata, “Tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian salah dan jujur” (1:8). Penilaian Allah itu dinyatakan kepada Iblis pada pertemuan di surga. Selain para malakat, Iblis pun hadir pada pertemuan itu. Iblis baru saja berkeliling menjelajahi bumi. Wahyu 12:10 menyebut Iblis, “Pendeknya saudara saudara seiman kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita”, Kutipan ini mengacu pada kehadiran Iblis di surga. Jadi tidak perlu mempersoalkan kedatangan Iblis di sana. Dalam perjalanannya mengelilingi dunia, Iblis melihat kegagalan orang percaya. Berdasarkan kegagalan itu Iblis mengumpulkan setumpuk tudingan intinya, menurut Iblis, kepercayaan dan moral alkitabiah sama sekali tidak ada artinya. Itulah inti persoalan keperccayaan dan moral alkitabiah.
Demikianlah fakta yang disajikan kepada kita.Tapi perlu kita perhatikan bahwa pujian Tuhan itu bukanlah didasarkan pada apa yang terdapat dalam diri Ayub dan dirinya sendiri. Allah tidak menyuruh Iblis memandang hasil karya kesalehan seseorang. Iman Ayub adalah karya Allah sendiri. Karena itu Allah menyebut : mhamba-Ku Dalam diri Ayub baru terdapat  benih ketaatan iman, itu pun adalah benih karya Roh Kudus, Jadi ketaatan iman itu bukan sandiwara, dan Iblis tidak punya alsan untuk menuduh demikian.

TUHAN MEMULIHKAN KEADAAN AYUB
Ternyata Tuhan memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat sahabatnya (Ayub 42:10). Sungguh menarik bahwa Allah memulihkan keadaan Ayub setelah Ayub berdoa bukan untuk dirinya, melainkan untuk orang lain. Sebelumnya, Allah tidak melakukan apa-apa untuk meringankan penderitaan Ayub, sekalipun Ayub telah menyesali diri dan mencabut perkataannya. Agaknya Tuhan berpendapat bahwa doa Ayub untuk orang lain itulah bukti paling nyata bagi kekeliruan Iblis. Doa itu telah mematahkan keyakinan Iblis. Ayub ternyata sungguh sungguh mengasihi-Nya, dan tanpa pamrih.

Mengapa  Tuhan begitu menghargai doa yang dipanjatkan untuk oarang lain? Mengapa justru ini yang menjadi bukti tak terbantah bahwa Ayub melayani-Nya dengan kasih yang tulus? Mendoakan orang lain memang tidak begitu sulit. Kita pun mungkin sering melakunkannya. Tapi Ayub berbeda Pertama, ia harus mendoakan oarang yang dengan gigih menyalahkannya, bahkan menuduhnya fasik. Memang ketiga sahabatnya itu telah mengaku salah dan atas perintah Allah  meminta agar Ayub berdoa untuk mereka.

PERILAKU AYUB MENURUT KEPEMIMPINAN KRISTEN
Seiring dengan teori Kepemimpinan Kristen yang ada saat ini “Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok” (Susilo Martoyo (1994). Kepemimpinan adalah keseluruhan aktifitas dalam rangka mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memeng diinginkan bersama. Kepemimpinan adalah pengaruh, yaitu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dan menurut Lord Montgomery mendifinisikan “Kepemimpinan adalah kemampuan dan kehendak untuk mengerahkan orang laki-laki dan perempuan untuk satu tujuan bersama, dan watak yang menimbulkan kepercayaan”. Prilaku ini jelas terlihat ketika istri Ayub mempenyaruhinya, sebagai istri apalagi sebagai ibu tentulah ia sangat terpukul dan menderita. Kesepuluh anaknya dan semua menantunya mati seketika. Kini suaminya ditimpa penyakit. Apakah suaminya juga akan meninggalkan dia?. Kita tentu bisa membayangkan betapa ia dilanda kesedihan disamping itu ia harus merawat Ayub dan menahan bau busuk yang begitu menyengat. Setiap matanya memandang tubuh Ayub yang berlendir, hatinya tercabik-cabik dan imannya guncang. Tapi kenapa ia harus mengamuk dan naik pitam?. Sang istri sama seperti suaminya, sangat kebingungan memikirkan apa penyebab malapetaka itu. Ia juga berpendapat bahwa malapetaka itu datangnya dari Tuhan. Tapi ia tidak bisa dan tidak mau menerima, bahwa Allah memperlakukan mereka dengan sewenang-wenang tanpa memberi tahu apa alasannya. Sebaliknya, Ayub tidak mendakwa Tuhan. Ia pasrah menerima apa saja yang ditimpakan Tuhan kepadanya dan kepada istrinya. Sebaliknya istri Ayub berbeda dan marah kepada Allah dan dengan lantang melampiaskan kemarahannya, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allah-mu dan matilah” (2:9). Tanpa sadar si istri telah menjadi penyambung lidah Iblis. Dia tepat mengatakan apa keinginan Iblis.

AYUB MENAMPIK ISTRINYA BUKTI PEMIMPIN YANG TEGUH

Dikalangan para suami atau kaum Bapak ada adigium apabila punya suami berpangkat Kolonel maka sang istri pangkatnya naik satu tingkat menjadi Jenderal, dan ada pula istilah ISTI (Ikatan Suami Takut Istri) atau ITB (Ikatan Takut Bini) inilah istilah yang dipakai sebagai sindirin betapa kuatnya pengaruh sang istri dalam pengambilan keputusan apapun didalam rumah tangga. Kaisar Ottoman yang begitu terkenall sekalipuan tunduk pada istri keduanya Hurrem keturunan Rusia untuk menentukan sang pangeran pengganti Otoman. Bahkan dinegera demokrasipun istri pemimpin negara sangat mempengaruhi prilaku keputusan sang pemimpin  mengambil keputusan dipengaruhi oleh bisikan sang istri. Strategi inilah yang dipakai Iblis untuk mempengaruhi istri Ayub untuk mengambil keputusan melawan perintah Tuhan. Ayub sangat terpukul dan sangat terkejut mendengar desakan istrinya itu. Tapi imannya tidak goyah. Dengan lantang ia menampik desakan istrinya, “Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (2:10). 

AYUB   PEMIMPIN  KARISMATIS
Dari uraian bahasan cerita diatas menurut hemat saya Ayub pantas dimasukkan pada katagori pemimpin yang memiliki karisma, kesabaran yang paripurna pemimpin yang diberkati dengan kekuatan gaib, spiritualitas yang tinggi (supernatural powers) mendapat karunia dari Tuhan. 
Himbauan, pesan dalam tampilan Ayub yang ditujukan kepada istrinya juga ditujukan kepada kita. Supaya kita bersikap adil bila menalar apa pun kebijakan Allah atas hidup kita. Dan supaya kita juga sadar, bahwa seluruh program Allah pada dasarnya adalah kasih yang menyelamatkan. “Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Himbauan lainnya adalah saat ini banyak orang Kristiani yang mendapat karunia sebagai pejabat negara, pejabat BUMN, pengusaha swasta yang sukses, tapi prilaku mereka jarang yang bisa mencerminkan prilaku kristiani yang seharusnya membuat mereka memikul salib tidak jarang mereka sukses karena hasil karya mereka sendiri bukan anugerah dan berkat dari Tuhan itu sebabnya ketika mereka jatuh terperosok kena stroke pikirannya kosong akhirnya meninggal dunia sangat menyedihkan. 
Pemimpin Kristen haruslah berbeda perilakunya dengan pemimpin sekuler duniawi, karena menurut pola kepemimpinan Kristen dalam Injil Yohanes 13: 1-20 adalah: menuntun pada cinta, melayani, rendah hati, mengajar dan memberi contoh sebagai guru, memimpin jalan dengan kekuatan yang membebaskan dan menghidupkan serta mau membuat pengorbanan. Jadilah kontribusi bagi setiap pemimpin Kristen di bidang apa pun, untuk menjadi berkat bagi dunia.

 
 KESIMPULAN
Penelusuran terhadap kisah Ayub dan berbagai peristiwa perorangan maupun peristiwa kelompok masyarakat yang dialami oleh  menghasilkan beberapa khazanah pengetahuan yang baru: 1) Manusia tidak dapat menghindari penderitaan,
bencana, maupun masalah. Walaupun dia adalah seorang yang saleh dihadapan Tuhan, karena
segala sesuatu yang dijadikan dalam hidup manusia berasal dari kehendak bebas Tuhan; 2)
Manusia tidak mampu menanggung penderitaan; 3) Manusia dapat melakukan persungutan; 4)
Manusia juga dapat melakukan tindakan yang keliru dihadapan Allah dalam situasi dan
kondisi yang tidak nyaman; 5) Manusia harus tetap percaya kepada rancangan Allah; 6)
Trauma adalah wajah lain dari penderitaan yang harus menjadi perhatian gereja. Sikap teologi
biblis yang dapat ditawarkan bagi konteks masa kini adalah teologi pengharapan. Teologi
pengharapan dibangun atas kepercayaan kepada Tuhan yang memiliki kuasa akan dunia ini.
Artinya bahwa, sekalipun manusia tidak mampu menghadapi penderitaan yang diberikan oleh
Tuhan, tetapi manusia tidak kehilangan harapan dalam imannya kepada Sang Pemberi Hidup.
Alhasil, pencobaan, penderitaan, dan kesengsaraan hidup dimaknai manusia sebagai cara
Tuhan membentuk dan mendewasakannya.
 
 
 
 Sumber : Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Dianne Bergant, CSA, Robert J.Karris, OFM, Lembaga Biblika Indonesia, Penerbit Kanisius.

Penulis : Thony Ermando (STT IKAT)

Related Posts: