Refleksi 500 Tahun Reformasi Martin Luter Bagi Reformasi Di Indonesia


KAIROSPOS.COM, JAKARTA = Dalam Sejarah Gereja, Reformasi adalah gerakan yang berlangsung pada abad 16 untuk memperbaiki ajaran gereja yang pada saat  itu dinodai oleh ajaran ajaran yang menyimpang dari kebenaran alkitab . Gerakan itu mengakibatkan pemisahan sebagian besar dari gereja Roma di abad abad pertengahan. Kemudian hari mereka yang memisahkan itu disebut gereja gereja Protestant.

Pada 31 Oktober 1517, Martin Luther memaku 95 dalil berisi kritik terhadap otoritas Katolik pada pintu gereja di Wittenberg Jerman, walaupun masih diperdebadkan apakah Marthin Luther sendiri yang memakunya atau pengikutnya para mahasiswa teologi yang mendukung gerakannya.
Sejak saat itu gerakan Reformasi Kristen Protestan dikenal sebagai hari kelahiran reformasi gereja dan sudah berusia 500 tahun tepat pada 31 Oktober 2017 sejak dimulainya gerakan ini pada 31 Oktober 1517.

Isi dari 95 dalil tersebut yang paling dikenal adalah ajaran Indulsia, yaitu ajaran tentang penghapusan siksa, yang berakar pada dokrin tentang disiplin pertobatan. Sebagian uang hasil penjualan surat indulgensia itu diperuntukkan bagi pembangunan katedral "St. Peter's' di Roma.

Apa makna khususnya di Indonesia nilai nilai perjuangan Martin Luther pada jamannya dimana pemerintahan korup, kebejatan moral, dan kekuasaan para imam seakan tiada batasnya. Mungkin kilas balik sejarah Reformasi Gereja ini dapat memberikan secercah harapan  pertobatan bagi para akrobat politisi, birokrat,  gereja, dan masyarakat Indonesia umumnya.

Banyak Gereja memperingati hari lahir Reformasi 500 tahun gerakan Martin Luter Refleksi 500 tahun  Reformasi Marthin Luther seperti yang saya hadiri diselenggarakan di HKBP Hanglekir Kebayoran Baru Senin (27/11/2017).

Saya hanya ingin membandingkan apakah dari kalangan gereja di Indonesia dapat kembali meniru keteladanan Martin Luter dalam kegiatannya, tugasnya, dan jabatan sehari hari. Seandainya saat ini kita memilih 500 orang tokoh muda Indonesia  yang mampu meniru keteladanan Martin Luter nama nama siapa sajakah yang ada dalam benak saudara?

Sejarah agama adalah sejarah umat manusia, sebagaimana dikatakan Joachim Wach dalam buku The Comparative Study of Religion (1969). Dalam sejarah tersebut terpercik konflik, perang, damai, perpecahan agama ke dalam berbagai aliran, dan seterusnya. Perjalanan agama Kristen selama abad pertama Masehi sampai saat ini pun tidak steril dari dinamika itu. 

Tidak selamanya Reformasi itu melahirkan kesejahteraan bagi umat manusia, bahkan  menimbulkan penderitaan badi umat manusia. Tokoh seperti Marthin Luther ternyata dapat juga melakukan kesalahan. Tiada gading yang tak retak itu peribahasanya. Martin Luther membuat  catatan kelam pada sejarah dimana para petani yang mendukungnya dalam gerakan reformasi gereja tidak dia bela ketika pihak kerajaan membantai petani yang memberontak  menuntut haknya pada raja karena diperlakukan semena mena.

Tokoh Nazi Hitler melegitimasi tindakannya dengan menafsirkan secara salah kebencian dan ketidak setujuan Marthin Luther pada hukum Taurat Yahudi dan kesombongan umat Yahudi sebagai bangsa pilihan Tuhan.  Hitler menjadi monster membantai kaum Yahudi Jerman dengan kejamnya.
Di daratan Eropa sejak abad ke-5 Gereja Katolik Roma menjadi pusat politik dan budaya Kekristenan yang amat dominan. Namun pada abad 15, Gereja Katolik harus menghadapi kenyataan perkembangan zaman yang begitu pesat di Eropa.

Selama periode Abad Pertengahan hingga Renaissance, berbagai penemuan ilmiah baru telah membuka mata tentang kompleksitas alam semesta. Aktivitas pelayaran dan perdagangan antar samudera jadi hal lumrah dibandingkan abad-abad sebelumnya ketika laut dipandang sebagai sarang monster dan tepi dunia.

Perlahan-lahan peradaban Eropa Abad Pertengahan mulai mengalami krisis. Pada 1347-1351, wabah pes merenggut sekitar 75 juta populasi. Kota-kota Eropa dilanda kepanikan. Sementara itu, aliansi politik tradisional antara Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma dan pangeran-pangeran Eropa mulai retak.

Ambruknya peradaban abad pertengahan dan kebangkitan era Renaisans yang bermula dari Italia turut melahirkan para pemikir Kristen yang mulai menentang otoritas tinggi Gereja Katolik.
Lima ratus tahun lalu pada 31 Oktober 1517, seorang biarawan tak dikenal bernama Martin Luther berdiri di depan sebuah gereja di Wittenberg, kota kecil yang kini masuk wilayah Jerman. Di pintu gereja, ia nekat memaku daftar 95 dalil berisi kritik terhadap otoritas Gereja Katolik.
Peristiwa itu dicatat dalam sejarah sebagai awal mula gerakan Reformasi di daratan Eropa dan seluruh dunia yang melahirkan Protestantisme.

Berbekal pendidikan magister hukum dari Universitas Erfurt, Luther memutuskan jadi biarawan ketika usianya masih 21 tahun. Perilakunya sangat asketik. Ia rajin berdoa, puasa, bertapa, menahan hawa dingin tanpa selimut, dan melakukan ritual biarawan lainnya.
Praktik indulgensi sendiri muncul pada abad ke-11 dan 12 saat Perang Salib masih berkobar. Gereja menjelaskannya sebagai "proses penghapusan siksa-siksa temporal di depan Tuhan untuk dosa-dosa yang sudah diampuni". Aturan indulgensi, sudah tertuang khususnya dalam Katekismus Gereja Katolik 1471.

Seiring perjalanan waktu, para pemimpin Gereja memutuskan bahwa membayar sejumlah uang untuk proses indulgensi bisa dilakukan setiap orang, tidak hanya mereka yang terjun ke Perang Salib. 
Selama beberapa abad berikutnya, penjualan indulgensi menyebar luas dan mencakup pengampunan dosa atas orang-orang yang sudah meninggal. Hal ini terutama diserukan dalam khotbah-khotbah biarawan Ordo Dominikan, John Tetzel. 

Praktik jual beli indulgensi pun jadi jamak. Di bawah kepemimpinan Paus Leo X, Gereja meraup pemasukan besar dari umat yang kemudian dialokasikan untuk membangun kembali Basilika Santo Petrus di Roma. Luther memandang praktik tersebut sebagai perilaku korup. Dari sanalah 95 dalil Luther bermula. 

Dalam sebuah debat publik di Leipzig pada 1519, Luther menyatakan bahwa “orang awam yang dipersenjatai kitab suci lebih unggul dari Paus beserta dewan kardinalnya.” Akibatnya, Luther langsung mendapat ancaman ekskomunikasi; tak boleh ikut sakramen.

Pada 1520, Luther menjawab ancaman tersebut dengan menerbitkan tiga risalah terpentingnya, yaitu "Seruan kepada Bangsawan Kristen" yang berpendapat bahwa semua orang Kristen adalah imam dan mendesak para penguasa untuk mengambil jalan Reformasi gereja.

Kedua, "Tawanan Babilonia Gereja", yang mengurangi tujuh sakramen menjadi hanya dua berupa pembaptisan dan Perjamuan Kudus. Ketiga, "Tentang Kebebasan Seorang Kristen" yang mengatakan kepada orang-orang Kristen bahwa mereka sudah terbebas dari hukum Taurat yang kini telah digantikan ikatan cinta pada hukum tersebut.

Dewan Gereja pun terus memanggil Martin Luther, yang segera terlibat perdebatan sengit dengan para pemuka Gereja Katolik hingga dicap bidah dan sesat. Luther sempat melarikan diri ke Kastil Wartburg dan bersembunyi selama sepuluh bulan.

Gerakan Reformasi Luther menuntut menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke bahasa Jerman. Dampaknya luas, karena orang tidak lagi perlu bergantung pada seorang imam untuk membaca dan menafsirkan Alkitab. Walhasil, legitimasi para padri Katolik pun terancam tergerus. 

Selain itu, Luther mengkampanyekan pendidikan universal untuk anak perempuan dan laki-laki di zaman ketika pendidikan hanya bisa diakses oleh orang kaya. Ia juga banyak menulis nyanyian rohani, traktat, berkhotbah tentang pandangan Reformasi dan melakukan serangkaian perjalanan hingga kematiannya pada 1546.

Namun, gerakan Reformasi yang melahirkan pecahan Kristen Protestan ternyata harus dibayar mahal. Serangkaian perang antara kubu Katolik Roma dan Reformis Protestan meletus pada 1524-1648.
Puncak dari konflik berdarah tersebut adalah Perang Tiga Puluh Tahun di Jerman antara 1618- 1648 yang menewaskan sekitar 7,5 juta jiwa. Konflik kedua kubu berakhir dengan perjanjian damai Westfalen. Tiga aliran Kristen akhirnya diakui: Katolik Roma, Lutheran, dan Calvinis.  
Warisan intelektual dan politik Luther mengilhami para tokoh pembaharu Protestan di zamannya seperti Calvin, Zwingli, Knox, dan Cranmer. Pemikiran para pembaharu ini pun pada gilirannya melahirkan berbagai jenis denominasi Protestan, misalnya Gereja Lutheran, Reformed, Anglikan, Anabaptis, dan banyak lagi lainnya yang terus berkembang sampai sekarang. 500 Tahun Setelah Reformasi.




Reformasi di Indonesia
Indonesia menggunakan kata Reformasi pada tahun 1998. Seiring dengan lengsernya Presiden Suharto dari Jabatan yang dikuasainya selama 32 tahun. Pada tahun 90an kelompok akademisi menggunakan kata Paradigma baru sedangkan kelompok aktifis politik yang dimotori Megawati Soekarno Putri menggunakan kata Pro Demokrasi. Euphoria reformasi secara berlebihan dimana mana secara gegap gempita dan tergagap gagab sampai hal yang sudah baku dan dianggap dasar negara seperti Pancasila ingin direformasi juga khususnya setelah idiologi dari luar masuk tanpa saringan yang ketat.

Reformasi 1998 membawa pergantian kepemimpinan negara RI, kabinet, Partai Politik, pejabat negara dll. Perntanyaannya apakah hal yang paling mendasar tuntutan 3 dalil Reformasi 98; Korupsi, Kolusi, Nepotisme menghilang tentu tidak, sepertinya Roh Reformasi yang digerakkan Martin Luther tidak bertransformasi pada masyarakat dan tokoh reformasi di Indonesia.

Wajah wajah lama kepemimpinan anggota DPR, pejabat pemerintah masih tampak di media elektronik, wajah wajah happy pappy  benjol Bakpaw masih sumringah,  sementara untuk gerakan reformasi di barat ini paling tabu, mereka umumnya sudah tersingkir dengan sangat memilukan seperti Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dll. Wajarlah mewujudkan good clean goverment sebagai cita cita reformasi hanya impian bagai pucuk merindukan bulan, hanya mimpi di siang bolong saja. Tidak muncul tokoh pribadi tangguh hasil gerakan Reformasi di Indonesia.

Lantas apakah ada tokoh Kristen Indonesia yang mampu membuat perubahan moral dengan mengacu pada Alkitab dan Martin Luter. Saya browsing internet dan melihat siapa saja tokoh politik di Indonesia dari laman wikipedia saya mendapatkan nama tokoh Kristen seperti: Bungaran Saragih, Johanes Leimena (1905 1977), WJ. Rumambi, Ruyandi Hutadoit, E.E. Mangindaan, Basuki Tjahaja Purnama, Denny Tewu.

Siapa diantara nama nama diatas yang sampai mendunia, tentu saja kita sebut nama Ahok. Perjuangan Ahok untuk membenahi Jakarta dan membuat clean goverment kandas dengan keseleo lidah atau tidak menjaga mulutnya dengan baik Ahok dihadapkan dengan pengadilan dan pada akhirnya dihukum penjara.

Ada kesamaan dengan Martin Luter dalam perjuangan dan keberaniannya melawan  budaya korupsi dan penentang birokrasi pemerintahan yang korup, dia selalu mendasari tindakannya dengan ajaran alkitab tapi dia tidak mampu melawan demo berjilid jilid yang menuntutnya masuk penjara.
Masyarakat Indonesia menyorotinya, melihat dan akan menjadi teladan bagi generasi milenial untuk melanjutkan perjuangannya. Saya yakin akan lahir ribuan Martin Luter dan Ahok yang baru.

Related Posts:

0 Response to "Refleksi 500 Tahun Reformasi Martin Luter Bagi Reformasi Di Indonesia"

Post a Comment